UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1965
TENTANG
PERKOPERASIAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
Bahwa perkembangan ketata-negaraan semenjak Dekrit Presiden tanggal 5
Juli 1959
menurut adanya perobahan fungsi segala
lembaga kemasyarakatan, khususnya koperasi
untuk diintegrasikan dengan dasar serta
tujuan Revolusi Indonesia;
b.
Bahwa dengan demikian landasan idiil Revolusi Indonesia yaitu Pancasila,
Manipol/Usdek dan segala pedoman
pelaksanaannya, harus pula merupakan kaidah
pokok fundamental bagi dasar penyusunan
Undang-undang Perkoperasian;
c.
Bahwa Undang-undang No.79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi perlu
disempurnakan dan disesuaikan dengan dasar
dan tujuan Revolusi Indonesia dan untuk
itu perlu disusun Undang-undang
Perkoperasian yang baru.
Mengingat:
a.
Pasal 2, 5, 33 ayat (1) Undang-undang Dasar:
b.
1. Ketetapan M.P.R. S. No. I
dan II tahun 1960;
2.
Ketetapan M.P.R. S. No. III dan IV tahun 1963;
3.
Ketetapan M.P.R.S. No. V, VI, VIII tahun 1965;
4.
Resolusi M.P.R.S. No. I tahun 1963;
5.
Resolusi M.P.R.S. No. II tahun 1965.
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG,
MEMUTUSKAN:
Dengan mencabut:
Undang-undang No.79 tahun 1958 tentang
Perkumpulan Koperasi;
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN
BAB I
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Undang-undang ini:
"Koperasi": Adalah badan
termaksud dalam pasal 3, 20 dan yang didirikan menurut ketentuan-
ketentuan Bab VII Undang-undang ini;
"Perkoperasian": Adalah segala
sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi yang berintikan
pola koperasi dibidang landasan
idiil/haluan, organisasi dan usaha;
"Gerakan Koperasi": Adalah
keseluruhan organisasi koperasi serta kegiatannya baik sebagai
perkumpulan (alat
perjuangan) maupun sebagai
organisasi ekonomi, yang
pengejawantahannya termaksud dalam pasal
22, 23 dan 24 Undang-undang ini;
"Menteri": Adalah Menteri yang
diserahi urusan perkoperasian;
"Pejabat": Adalah pejabat-pejabat
yang mendapat kuasa khusus dari Menteri untuk beberapa
persoalan perkoperasian.
BAB II
LANDASAN IDIIL KOPERASI
Pasal 2
(1)
Landasan idiil koperasi Indonesia adalah Pancasila.
(2)
Pengertian dan fungsi, azas dan dasar bekerja serta kepribadian koperasi
Indonesia
dikembangkan menurut landasan idiil
tersebut dalam ayat (1) pasal ini.
BAB III
PENGERTIAN DAN FUNGSI, AZAS DAN DASAR
BEKERJA KOPERASI
Pasal 3
Koperasi adalah organisasi ekonomi dan alat
Revolusi yang berfungsi sebagai tempat
persemaian insan masyarakat serta wahana
menuju Sosialisme Indonesia berdasarkan
Pancasila.
Pasal 4
Koperasi mempunyai azas dan dasar bekerja
sebagai berikut:
a.
gotong-royong, kekeluargaan dan swadaya;
b.
bertujuan mengembangkan kesejahteraan anggauta dan masyarakat dalam
rangka
mencapai dan membina masyarakat Sosialis
Indonesia berdasarkan Pancasila tanpa
penghisapan oleh manusia atas manusia;
c.
tidak merupakan konsentrasi modal;
d.
sifat keanggautaannya sukarela dalam rangka demokrasi terpimpin dan
ekonomi
terpimpin;
e.
anggauta mempunyai kewajiban, hak dan kepentingan yang sama;
f.
keanggautaan tidak dapat dipindahkan kepada lain orang atau badan hukum
dan dengan
jalan apapaun;
g.
rapat anggauta merupakan kekuasaan tertinggi;
h.
tiap keputusan rapat anggauta didasarkan atas musyawarah untuk mufakat;
i. tiap-tiap
anggauta sesuai dengan tingkat kesadaran dan kemampuannya
mengembangkan materi, tenaga maupun pikiran
untuk koperasi dan sesuai dengan
keadaannya menerima bagian dari setiap
kemanfaatan koperasi dalam batas-batas
kepentingan negara dan masyarakat;
j.
usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka.
Pasal 5
Koperasi, struktur, aktivitas dari alat
pembinaan serta alat perlengkapan organisasi koperasi,
mencerminkan kegotong-royongan nasional
progresif revolusioner berporoskan NASAKOM
BAB IV
PERANAN GERAKAN KOPERASI DALAM DEMOKRASI
TERPIMPIN DAN EKONOMI
TERPIMPIN
Pasal 6
Gerakan koperasi mempunyai peranan:
a.
Dalam Tahap Nasional Demokratis:
1.
mempersatukan dan memobilisir seluruh rakyat pekerja dan produsen
kecuali yang
merupakan tenaga-tenaga produktif untuk
meningkatkan produksi, mengadilkan
dan meratakan distribusi;
2.
ikut serta menghapuskan sisa-sisa imperialisme, kolonialisme dan
feodalisme;
3.
membantu memperkuat sektor ekonomi Negara yang memegang posisi
memimpinnya;
4.
menciptakan syarat-syarat bagi pembangunan masyarakat Sosialis
Indonesia.
b.
Dalam Tahap Sosialisme Indonesia:
1.
menyelenggarakan tata-ekonomi tanpa adanya penghisapan oleh manusia atas
manusia;
2.
meninggikan tingkat hidup rakyat jasmaniah dan rokhaniah;
3.
membina dan mengembangkan swadaya dan daya kreatif rakyat sebagai
perwujudan masyarakat gotong-royong.
Pasal 7
(1)
Pemerintah menetapkan kebijaksanaan pokok perkoperasian.
(2)
Dengan Peraturan Pemerintah diatur hubungan antara gerakan koperasi
dengan
Pemerintah, Perusahaan Negara/Perusahaan
Daerah dan Swasta bukan koperasi.
BAB V
KEANGGAUTA DAN ORGANISASI
Bagian 1
Keanggautaan
Pasal 8
Keanggautaan koperasi terdiri dari
orang-orang atau badan hukum koperasi.
Pasal 9
(1)
Yang dapat menjadi anggauta koperasi Primer ialah warga negara Indonesia
yang:
a.
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tindakan hukum;
b.
menyetujui Dasar dan Haluan Negara, pengertian dan fungsi, azas dan
dasar
bekerja koperasi termaksud dalam pasal 2, 3
dan 4;
c.
rakyat pekerja dan produsen kecil yang merupakan tenaga- tenaga
produktif;
d.
bertempat tinggal didaerah kerja koperasi;
e.
mempunyai kepentingan langsung dalam usaha-usaha koperasi;
f.
mempunyai minat memajukan usaha-usaha koperasi;
g.
tidak mempunyai usaha yang bertentangan dengan usaha koperasi;
h.
telah menyatakan kesanggupan untuk melakukan kewajiban sebagaimana
termaksud dalam pasal 11 dan pasal 32 ayat
(2),(3) dan (4).
(2)
Yang dapat menjadi anggauta koperasi yang lebih atas tingkatnya ialah
koperasi yang
telah memperoleh pengesahan sebagai badan
hukum menurut ketentuan Undang-
undang ini.
Pasal 10
Pelaksanaan ketentuan pasal 8 dan 9 serta
cara-cara untuk memperoleh keanggautaan dan
berakhirnya keanggautaan diatur dalam
anggaran dasar koperasi termaksud dalam pasal 40.
Pasal 11
Anggauta mempunyai kewajiban:
a.
berusaha untuk mengerti dan memahami landasan idiil, pengertian dan
fungsi, azas dan
dasar bekerja serta peranan gerakan
koperasi, dan ikut serta secara aktif
mengembangkan menjaga keutuhan serta ketertiban
organisasi gerakan koperasi;
b.
menyimpan secara teratur pada koperasi;
c.
menghadiri rapat-rapat anggauta;
d.
memahami dan mengamankan keputusan-keputusan rapat anggauta dan secara
aktif
mengawasi pelaksanaannya;
e.
ikut serta secara aktif mensukseskan program kerja gerakan koperasi pada
umumnya,
dan koperasi yang bersangkutan pada
khususnya;
f.
membantu pengurus, badan pemeriksa dan pejabat dalam melakukan tugasnya;
g.
menjalankan ketentuan-ketentuan anggaran dasar dan keputusan-keputusan
rapat
anggauta.
Pasal 12
Anggauta mempunyai hak:
a.
memilih dan atau dipilih menjadi anggauta pengurus/badan pemeriksa;
b.
menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam rapat anggauta;
c.
mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus diluar rapat anggauta,
baik
diminta atau tidak;
d.
ikut serta melakukan pengawasan atas jalannya organisasi dan usaha
koperasi;
e. minta
diadakannya rapat anggauta menurut ketentuan-ketentuan anggaran dasar;
f.
mengadakan perhitungan pada akhir tahun buku atas bagiannya, berdasarkan
hubungan
hukum yang timbul dari kewajiban yang
dilakukan untuk dan terhadap koperasi;
g.
mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggauta dan hak yang
didahulukan
dari pada bukan anggauta.
Bagian 2
Alat-Alat Perlengkapan Organisasi Koperasi
Pasal 13
Alat-alat perlengkapan organisasi koperasi
adalah:
a.
rapat anggauta;
b.
pengurus;
c.
badan pemeriksa.
Pasal 14
(1)
Rapat anggauta adalah alat perlengkapan organisasi koperasi yang:
a.
menetapkan kebijaksanaan umum serta melaksanakan keputusan-keputusan
koperasi yang lebih atas. Gerakan Koperasi
Indonesia dan MUNASKOP
sebagaimana dimaksud dalam pasal 23, 24
dalam rangka pelaksanaan
kebijaksanaan kebijaksanaan pokok
perkoperasian yang ditetapkan oleh
Pemerintah;
b.
menetapkan anggaran dasar;
c.
membentuk pengurus dan badan pemeriksa.
(2)
Dapat rapat anggauta setiap anggauta yang hadir mempunyai kedudukan yang
sama.
(3)
Tiap-tiap keputusan rapat anggauta didasarkan pada hikmah kebijaksanaan
musyawarah
untuk mufakat.
Pasal 15
(1)
Pengurus adalah alat perlengkapan organisasi koperasi yang mempunyai
kewajiban
melaksanakan keputusan rapat anggauta dan
kewajiban-kewajiban lain yang menjadi
akibat dari ketentuan-ketentuan anggaran
dasar/anggaran rumah tangga.
(2)
Pengurus dipilih oleh rapat anggauta dari anggauta koperasi.
(3)
Sesuai dengan perkembangan organisasi koperasi rapat anggauta dapat
memilih/mengangkat orang pihak ketiga
menjadi anggauta pengurus dengan maksimum
tidak lebih dari sepertiga jumlah anggauta
pengurus.
(4)
Syarat untuk dapat dipilih atau diangkat menjadi anggauta pengurus
ialah:
a.
berjiwa Pancasila dan Manipol;
b.
memiliki sifat kejujuran dan ketrampilan kerja;
c.
syarat-syarat lain ditentukan dalam anggaran dasar.
(5)
Dalam melaksanakan tugasnya termaksud dalam pasal ini ayat (1) pengurus
bertanggung-jawab pada rapat anggauta serta
melaksanakan segala perbuatan hukum
untuk dan atas nama koperasi serta
mewakilinya dihadapan dan diluar pengadilan.
Pasal 16
(1)
Badan pemeriksa adalah alat perlengkapan organisasi koperasi yang
mempunyai
wewenang mengadakan pemeriksaan atas
pekerjaan pengurus dan seluruh usaha
koperasi serta bertanggung-jawab pada rapat
anggauta.
(2)
Dalam melaksanakan tugas termaksud dalam ayat (1) pasal ini badan
pemeriksa
mempunyai wewenang meneliti mengenai hal
uang, surat berharga, persediaan barang,
peralatan, kebenaran pembukuan,
kebijaksanaan dalam menyelenggarakan usaha
koperasi dan syah tidaknya pemilikan
penguasaan harta benda koperasi.
(3)
Ketentuan-ketentuan yang termaksud dalam pasal 15 ayat (2), (3), (4),
berlaku pula bagi
badan pemeriksa.
Pasal 17
Ketentuan-ketentuan lebih lanjut dari pasal
14, 15 dan 16 diatur dalam anggaran dasar koperasi
termaksud dalam pasal 40.
Bagian 3
Kedudukan Penasehat
Pasal 18
(1)
Apabila dianggap perlu, atas keputusan rapat anggauta sesuai dengan
anggaran dasar,
pengurus dapat mengangkat
penasehat-penasehat yang mempunyai tugas memberikan
nasehat kepada pengurus koperasi, baik
diminta atau tidak.
(2)
Penasehat yang diangkat dari bukan anggauta koperasi yang bersangkutan,
harus
mendapat persetujuan dari pejabat.
Bagian 4
Organisasi Koperasi
Pasal 19
(1)
Jenis koperasi terdiri dari koperasi produksi dan koperasi konsumsi
serta koperasi jasa-
jasa termasuk koperasi simpan-pinjam
sebagai pelengkap.
(2)
Berdasarkan pertimbangan dari Gerakan Koperasi Indonesia, Menteri dapat
menetapkan
secara berencana jenis koperasi untuk
masing-masing daerah serta menentukan pola
pengintegrasian antar jenis koperasi.
Pasal 20
(1)
Sekurang-kurangnya dua puluh lima (25) orang yang telah memenuhi
syarat-syarat
termaksud dalam pasal 9 dapat membentuk
koperasi primer.
(2)
Sekurang-kurangnya lima (5) koperasi primer yang telah berbadan hukum
dapat
membentuk pusat koperasi.
(3)
Sekurang-kurangnya tiga (3) pusat koperasi yang telah berbadan hukum
dapat
membentuk gabungan koperasi.
(4)
Sekurang-kurangnya tiga (3) gabungan koperasi yang telah berbadan hukum
dapat
membentuk induk koperasi.
(5)
Berdasarkan pertimbangan dari Gerakan Koperasi Indonesia, Menteri dapat
mengatur
penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan
ayat (1), (2), (3) dan (4) pasal ini.
Pasal 21
(1)
Daerah kerja koperasi ialah lingkungan usaha koperasi yang didasarkan
pada kesatuan
wilayah administrasi pemerintahan.
(2)
Penentuan daerah kerja untuk masing-masing tingkat koperasi sesuai
dengan ketentuan
ayat (1) pasal ini dan pasal 20 serta yang
tidak didasarkan pada kesatuan wilayah
administrasi pemerintah diatur oleh
Menteri.
Pasal 22
(1)
Koperasi primer sampai dengan koperasi induk merupakan kesatuan yang
tidak dapat
dipisah-pisahkan.
(2)
Koperasi jenis yang satu dengan koperasi jenis yang lain merupakan
kesatuan kegiatan
ekonomi.
(3)
Gerakan Koperasi Indonesia melaksanakan pengintegrasian antar jenis
koperasi, sesuai
dengan ketentuan pasal 19 ayat (2) dan ayat
(1) dan (2) pasal ini.
Bagian 5
Organisasi Gerakan Koperasi
Pasal 23
(1)
Musyawarah Nasional Koperasi, yang selanjutnya disebut MUNASKOP,
merupakan
Lembaga Tertinggi dari pada gerakan
koperasi.
(2)
MUNASKOP menentukan kebijaksanaan pelaksanaan perkoperasian dalam rangka
pelaksanaan Pola Nasional dan kebijaksanaan
Pemerintah.
(3)
Peserta-peserta MUNASKOP terdiri dari:
a.
utusan-utusan gerakan koperasi dari Daerah Tingkat II, Tingkat I dan
tingkat
Nasional.
b.
pejabat-pejabat dan wakil-wakil Lembaga-lembaga Negara Tingkat I dan
Tingkat
Nasional.
c.
organisasi-organisasi massa Tingkat Nasional.
(4)
Hal-hal mengenai penyelenggaraan MUNASKOP diatur oleh Menteri.
Pasal 24
(1)
Untuk melaksanakan keputusan-keputusan MUNASKOP termaksud dalam pasal 23
ayat
(2) dibentuk organisasi tunggal dan
piramidal yang disebut Gerakan Koperasi Indonesia.
(2)
Pimpinan Gerakan Koperasi Indonesia terdiri dari unsur- unsur:
a.
pejabat-pejabat Pemerintah;
b.
wakil-wakil koperasi;
c.
wakil-wakil organisasi massa.
(3)
Lapangan kegiatan Gerakan Koperasi Indonesia adalah meliputi
bidang-bidang:
a.
pembinaan usaha;
b.
penelitian;
c.
Perencanaan;
d.
pengawasan;
e.
pendidikan;
f.
penerangan.
(4)
Pembentukan badan termaksud dalam ayat (1) pasal ini serta penentuan
garis-garis
besar susunan organisasi serta perincian
tugasnya diatur dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia.
Bagian 6
Administrasi
Pasal 25
(1)
Koperasi wajib mengadakan administrasi dan pembukuan yang teratur dan
tertib.
(2)
Syarat-syarat pembukuan, buku daftar anggauta, buku daftar pengurus dan
buku daftar
badan pemeriksa diatur oleh Menteri
BAB VI
KOPERASI SEBAGAI ORGANISASI EKONOMI
Bagian 1
Dasar Aktivitas Ekonomi
Pasal 26
Setiap aktivitas koperasi sebagai
organisasi ekonomi ditujukan untuk memenuhi keperluan
serta untuk meningkatkan kesejahteraan
anggauta dan masyarakat.
Bagian 2
Perusahaan Koperasi
Pasal 27
(1)
Koperasi dapat mendirikan dan memiliki perusahaan dengan syarat-syarat
sebagai
berikut:
a.
organisasi koperasi yang bersangkutan telah memenuhi segala syarat yang
ditentukan dalam Undang-undang ini,
khususnya syarat-syarat yang ditentukan
dalam pasal 4, 6, 9, 20, 22, 26 dan 28;
b.
perusahaan koperasi tersebut baru dapat didirikan atau terus
dilangsungkan
pengusahaannya setelah ada
persetujuan/idzin dari Menteri.
(2)
Hal-hal lebih lanjut mengenai ketentuan dan pelaksanaan tentang
perusahaan koperasi
tersebut dalam ayat (1) pasal ini diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian 3
Iuran Negara Dan Dana-Dana
Pasal 28
(1)
Anggauta dan masyarakat yang dilayani keperluannya serta ditingkatkan
kesejahteraannya oleh Koperasi, sebagaimana
termaksud dalam pasal 26, ikut
membeayai keperluan organisasi koperasi dan
usaha koperasi.
(2)
Selisih lebih antara beaya yang dipungut termaksud dalam ayat (1) pasal
ini dan beaya
yang sesungguhnya dikeluarkan, yang
terdapat pada penutupan tahun buku setelah
dikurangi iuran Negara, ditetapkan
pembagiannya sebagai berikut:
a.
sekurang-kurangnya 25% untuk cadangan koperasi;
b.
25% untuk anggauta menurut imbangan jasanya;
c.
kelebihannya untuk dana-dana yang ditentukan dalam anggaran dasar atau
yang
ditetapkan oleh rapat anggauta;
kesemuanya yang telah direncanakan lebih
dahulu.
Pasal 29
(1)
Anggauta dan masyarakat yang dilayani keperluannya serta ditingkatkan
kesejahteraannya oleh Koperasi sesuai
dengan ketentuan pasal 4 huruf i memberikan
sumbangan untuk:
a.
dana iuran Negara;
b.
dana pembangunan koperasi;
c.
dana masyarakat.
(2)
Pungutan dana pembangunan koperasi dan dana masyarakat diatur dengan
peraturan
Menteri.
(3)
Ketentuan mengenai zakat bagi koperasi diatur oleh Menteri bersama-sama
dengan
Menteri Agama.
(4)
Pungutan sumbangan-sumbangan selain tersebut dalam ayat (1) pasal ini
dan yang tidak
didasarkan pada ketentuan-ketentuan ayat
(2), dan ayat (3) pasal ini serta pasal 30
dilarang.
Pasal 30
Iuran Negara yang disumbangkan melalui
koperasi termaksud dalam ayat (2) pasal 28 dan ayat
(1) pasal 29 diatur oleh Menteri yang
diserahi iuran Negara bersama-sama dengan Menteri,
dengan mengingat ketentuan pasal 2, 3, 4,
6, 27, 28 dan 29.
Bagian 4
Permodalan
Pasal 31
(1)
Modal koperasi adalah keseluruhan aktiva serta pasiva koperasi.
(2)
Penyusunan modal koperasi termaksud dalam ayat (1) pasal ini didasarkan
pada usaha
kegotong-royongan anggauta, sesuai dengan
ketentuan pasal 4 huruf i dalam bentuk
simpanan-simpanan, kekayaan koperasi dan
pinjaman-pinjaman serta lain- lain sumber
yang sah.
(3)
Hal-hal mengenai pelaksanaan ketentuan ayat (1) dan ayat (2) pasal ini
diatur dengan
peraturan Menteri.
Pasal 32
(1)
Simpanan-simpanan termaksud dalam ayat (2) pasal 31 terdiri dari:
a.
simpanan pokok;
b.
simpanan wajib;
c.
simpanan wajib khusus;
d.
simpanan sukarela.
(2)
Simpanan pokok ialah suatu jumlah tertentu dalam nilai uang yang sama
besarnya bagi
tiap-tiap anggauta, yang wajib diserahkan
atau disanggupkan secara tertulis akan
diserahkan kepada koperasi pada waktu akan
menjadi anggauta.
(3)
Simpanan wajib ialah suatu jumlah tertentu dalam nilai yang sama
besarnya bagi tiap-tiap
anggauta, yang wajib diserahkan oleh
anggauta kepada koperasi pada waktu-waktu dan
kesempatan tertentu.
(4)
Simpanan wajib khusus ialah suatu jumlah tertentu dalam nilai uang yang
wajib
diserahkan oleh anggauta kepada koperasi
pada waktu-waktu dan kesempatan tertentu.
(5)
Simpanan sukarela ialah suatu jumlah tertentu dalam nilai uang yang
diserahkan oleh
anggauta kepada koperasi.
Pasal 33
(1)
Simpanan pokok dan simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama
yang
bersangkutan masih menjadi anggauta.
(2)
Simpanan wajib khusus dapat diambil kembali hanya dalam waktu tertentu
menurut
anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan
keputusan-keputusan rapat anggauta
koperasi.
Pasal 34
(1)
Penyimpanan dan lalu-lintas uang koperasi dilakukan melalui bank
Pemerintah yang
bergerak dalam bidang perkoperasian.
(2)
Pelaksanaan dan penyimpanan ketentuan ayat (1) pasal ini diatur oleh
Menteri bersama-
sama Menteri Bank Sentral
Bagian 5
Tanggungan
Pasal 35
Tanggungan ialah hal pertanggungan jawab
untuk menanggung atau menyelesaikan suatu
kerugian yang timbul sebagai akibat:
a.
sesuatu tindakan, dan atau
b.
sesuatu kejadian.
Pasal 36
(1)
Tanggungan dapat dibebankan kepada:
a.
koperasi dan atau anggauta yang selanjutnya disebut tanggungan koperasi,
atau
b.
pengurus yang selanjutnya disebut tanggungan pengurus.
(2)
Tanggungan koperasi terjadi apabila kerugian itu tidak ditimbulkan oleh
karena
kelalaian/kesalahan pengurus.
(3)
Tanggungan pengurus terjadi apabila kerugian itu ditimbulkan oleh karena
kelalaian/kesalahan pengurus.
(4)
Untuk menentukan apakah tanggungan itu adalah tanggungan pengurus atau
tanggungan koperasi diselesaikan menurut
hukum yang berlaku.
Pasal 37
(1)
Kerugian yang timbul pada penutupan tahun buku diselesaikan dalam rapat
anggauta
tahunan dengan mengingat ketentuan pasal 36
ayat (4).
(2)
Kerugian yang timbul pada pembubaran koperasi karena kelangsungan
hidupnya tidak
dapat diharapkan lagi, diselesaikan oleh
penyelesai, termaksud dalam pasal 49, yang
hanya dapat dibebankan pada kekayaan
koperasi dan atau jumlah tanggungan
anggauta.
(3)
Anggauta yang keluar tidak bebas dari kewajiban menanggung kerugian
termaksud
dalam ayat (2) pasal ini, sepanjang hal ini
menyangkut tanggungan koperasi termaksud
dalam pasal 36 ayat (2) dan timbul sebagai
akibat dari sesuatu tindakan atau kejadian
yang bersangkutan masih menjadi anggauta
dengan ketentuan bahwa saat keluarnya
anggauta tersebut sampai waktu 2 (dua)
tahun.
(4)
Anggauta menanggung tanggungan koperasi termaksud dalam ayat (1) pasal
ini,
masing-masing untuk bagian yang sama
besarnya dan apabila diantara mereka ada
yang tidak mampu untuk membayar penuh
bagian tanggungannya, maka anggauta yang
lain diwajibkan menanggung kerugiannya
masing-masing sama besarnya.
(5)
Besarnya jumlah tanggungan anggauta jika koperasi dibubarkan tidak boleh
melampaui
batas tertinggi yang ditentukan dalam
anggaran dasar koperasi yang dibubarkan itu.
Pasal 38
Hal-hal lebih lanjut mengenai tanggungan
diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VII
KEDUDUKAN HUKUM KOPERASI
Bagian 1
Kedudukan Hukum Koperasi
Pasal 39
Koperasi yang didirikan menurut ketentuan
Undang-undang ini adalah badan hukum dan
tunduk kepada Perundang-undangan yang
berlaku, sepanjang ketentuannya tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini.
Bagian 2
Syarat-Syarat Mendirikan Koperasi
Pasal 40
(1)
Koperasi didirikan dengan akte pendirian yang memuat;
a.
nama dan nama kecil, tempat tinggal dan pekerjaan mereka yang diberi
kuasa
menanda-tangani akte pendirian oleh rapat
pembentukan;
b.
anggaran dasar koperasi yang telah diputuskan oleh rapat pembentukan
yang
antara lain memuat:
1.
nama koperasi, tempat kedudukan dan daerah kerjanya;
2.
azas dan tujuan;
3.
lapangan usaha;
4.
keanggautaan;
5.
hak dan kewajiban anggauta;
6. hak dan kewajiban rapat anggauta, pengurus dan
badan pemeriksa;
7.
tahun buku koperasi;
8.
permodalan;
9.
tanggungan;
10. dana-dana;
11. ketentuan tentang sisa kekayaan bila
koperasi dibubarkan.
(2)
Isi anggaran dasar tersebut dalam ayat (1) pasal ini, tidak boleh
bertentangan dengan
Undang-undang ini.
(3)
Menteri memberikan pedoman-pedoman tentang cara penyusunan anggaran dasar.
(4)
Akte pendirian rangkap 2 (dua) termaksud dalam ayat (1) pasal ini,
bersama-sama
petikan berita acara tentang rapat
perbentukan, yang antara lain menyatakan jumlah
anggauta dan nama mereka yang diberi kuasa
untuk menanda tangani akte pendirian,
dikirim kepada pejabat.
(5)
Akte pendirian dan petikan berita acara termaksud dalam ayat (4) pasal
ini, tidak
bermeterai.
Pasal 41
Ketentuan-ketentuan dalam pasal 40 berlaku
terhadap perubahan anggaran dasar koperasi,
dengan ketentuan akte perubahan dikirim
bersama-sama petikan berita acara yang
menyatakan bahwa perubahan anggaran dasar
tersebut diputuskan dalam rapat anggauta
menurut syarat dan ketentuan Undang-undang
ini.
Pasal 42
(1)
Pada waktu menerima akte pendirian, pejabat yang berwenang memberikan
pengesahan
badan hukum, mengirim sebuah tanda terima
yang bertanggal kepada pendiri koperasi
dengan surat tercatat.
(2)
Jika pejabat berpendapat bahwa isi akte pendirian tidak bertentangan
dengan Undang-
undang ini, maka akte pendirian didaftar
dengan memakai nomor urut dalam buku daftar
umum yang disediakan untuk keperluan itu
pada kantor pejabat.
(3)
Tanggal pendaftaran akte pendirian berlaku sebagai tanggal resmi
berdirinya koperasi.
(4)
Kedua buah akte pendirian tersebut dalam pasal 40 ayat (4) dibubuhi
tanda pengesahan
oleh pejabat atas kuasa Menteri, tanggal
dan nomor pendaftarannya. Sebuah akte
pendirian disimpan dikantor pejabat, sedang
sebuah lainnya dikirim kepada pendiri
koperasi.
(5)
Jika ada perbedaan antara akte pendirian yang telah disahkan tersebut,
maka yang
disimpan dikantor pejabat yang dianggap
benar.
(6)
Pejabat mengumumkan tiap-tiap pengesahan koperasi dalam Berita-Negara.
(7)
Pendaftaran dan pengumuman dilakukan tanpa beaya dan tanda pengesahan
bebas dari
meterai.
(8)
Buku daftar umum beserta akte-akte yang tersimpan pada kantor Pejabat
dapat dilihat
dengan cuma-cuma oleh umum, dan dengan
mengganti beaya-beaya dapat diperoleh
salinan maupun petikan akte-akte.
Pasal 43
Sejak tanggal pendaftaran sebagaimana
dimaksud dalam pasal 42 ayat (3) koperasi adalah
badan hukum dan segala hak dan ikatan yang
timbul dan diadakan atas namanya sebelum
tanggal pendaftaran tersebut, seketika itu
beralih kepadanya.
Pasal 44
(1)
Pejabat berkewajiban dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan telah
memberikan
pengesahan seperti tersebut dalam pasal 42
terhitung sejak pejabat tersebut menerima
permintaan pengesahan.
(2)
Batas waktu tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak berlaku bila pejabat
berkeberatan
berhubung menurut penilaiannya, bahwa akte
pendirian dan anggaran dasar yang
disampaikan oleh pendiri yang bersangkutan
bertentangan dengan Undang-undang ini
dan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang
dalam hal ini pejabat wajib memberikan
surat penolakan yang memuat
alasan-alasannya kepada pendiri.
(3)
Bila terdapat perbedaan pendapat antara pejabat dengan pendiri dalam
menilai
mengenai apakah pendirian dan anggaran
dasar sesuai atau tidak dengan Undang-
undang ini serta ketentuan- ketentuan
pelaksanaannya, maka pendiri dapat mengajukan
banding pada pejabat yang lebih tinggi
dengan ketentuan bahwa keputusan Menteri
adalah keputusan yang terakhir.
Pasal 45
Menteri dapat memberikan kepada
pejabat-pejabat didaerah hak pemberian pengesahan
badan hukum bagi koperasi untuk wilayah
masing-masing.
Pasal 46
Ketentuan dalam pasal 41 dan 43 berlaku
pada terhadap akte perubahan yang dimaksud dalam
pasal 40.
Pasal 47
Perkumpulan atau organisasi atau lembaga
lain yang bergerak dalam bidang perkoperasian
dan tidak didirikan menurut ketentuan
Undang-undang ini, dilarang menggunakan nama/istilah
koperasi tanpa persetujuan Menteri.
Bagian 3
Pembubaran Koperasi
Pasal 48
(1)
Pembubaran koperasi dilakukan bila:
a.
terdapat alasan serta bukti-bukti yang cukup bahwa koperasi yang
bersangkutan
tidak memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam pasal 2, 3, 4, 5, 6, 9 dan 20
Undang-undang ini,atau
b.
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, atau
c.
pembubaran itu diharuskan karena ketentuan Undang-undang ini, atau
d.
pembubaran tersebut dikehendaki para anggauta.
(2)
Norma penilaian yang dipergunakan oleh pejabat bila terjadi
alasan-alasan pembubaran
tersebut dalam ayat (1) huruf a, b dan c
pasal ini, diatur oleh Menteri.
(3)
Keberatan atas penilaian pejabat tersebut diajukan kepada pejabat yang
lebih tinggi
dengan ketentuan bahwa keputusan Menteri
merupakan keputusan yang terakhir, yang
prosedurnya diatur dalam pasal 49.
Pasal 49
(1)
Pembubaran koperasi yang didasarkan pada alasan tersebut dalam pasal 48
ayat (1)
huruf a, b, dan c dilakukan dengan
keputusan pejabat dengan catatan bahwa keputusan
tersebut tidak dapat dilakukan sebelum
pejabat memberitahukan maksudnya tentang
keputusan itu dengan surat tercatat kepada
koperasi yang bersangkutan, kepada pejabat
yang lebih tinggi dan kepada Menteri.
(2)
Pembubaran koperasi yang didasarkan pada alasan tersebut dalam pasal 48
ayat (1)
huruf d, dilakukan dengan keputusan pejabat
setelah ada keputusan sah rapat anggauta
khusus sebagaimana dinyatakan dalam petikan
berita acara tidak bermeterai dari
koperasi yang bersangkutan.
(3)
Dalam tenggang waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal pengiriman surat
tercatat yang
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, maka
baik pengurus maupun sekurang-kurangnya
sepertiga anggauta koperasi dapat
mengajukan keberatan kepada pejabat yang lebih
tinggi dan seterusnya kepada Menteri
terhadap maksud pejabat yang akan
membubarkan koperasi.
(4)
Setelah tenggang waktu tersebut dalam ayat (3) pasal ini berakhir, maka
pejabat yang
lebih tinggi dan seterusnya Menteri segera memberitahukan
kepada pejabat dan
koperasi yang bersangkutan tentang
keputusannya dengan surat tercatat.
Pasal 50
Dalam surat keputusan pejabat tentang
pembubaran koperasi sekaligus memuat nama seorang
atau beberapa orang yang diberi tugas untuk
melaksanakan penyelesaian dan selanjutnya
disebut penyelesai yang mempunyai kekuasaan
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 53.
Pasal 51
(1)
Keputusan tentang pembubaran koperasi serta pengangkatan penyelesai
diumumkan
dalam Berita Negara.
(2)
Penyelesai dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum dalam menjalankan
tugasnya
secara sah sejak tanggal dikeluarkannya
surat keputusan oleh pejabat tentang
pembubaran koperasi dan pengangkatannya
sebagai penyelesai.
Pasal 52
(1)
Pembubaran koperasi serta tanggal nomor Berita Negara yang memuat
pengumuman
pembubaran itu dicatat dalam buku daftar
umum pada tempat pendaftaran akte pendirian
oleh pejabat.
(2)
Pengumuman dalam Berita Negara, catatan dalam buku daftar umum dan
catatan pada
kedua buah akte pendirian itu dilakukan
tanpa beaya.
Catatan pada akte pendirian bebas dari bea
meterai.
Pasal 53
(1)
Penyelesai mempunyai kekuasaan sebagai berikut:
a.
melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama koperasi serta
mewakilinya didalam atau diluar pengadilan;
b.
memanggil anggauta dan bekas anggauta termaksud dalam pasal 37 ayat (3),
baik
satu persatu atau bersama-sama untuk
mengadakan rapat;
c.
menetapkan jumlah bagian tanggungan yang harus dibayar oleh
masing-masing
anggauta dan bekas anggauta termaksud dalam
pasal 37 ayat (3);
d.
menetapkan oleh siapa dan menurut perbandingan bagaimana beaya
penyelesaian harus dibayar;
e.
mempergunakan sisa kekayaan koperasi sesuai dengan azas tujuan koperasi
atas
keputusan rapat anggauta terakhir;
f.
menentukan kegunaan dan penyimpanan segala arsip koperasi.
(2)
Setelah selesai penyelesaian, maka penyelesai membuat berita acara
tentang
penyelesaian itu.
(3)
Pembayaran beaya penyelesaian didahulukan dari pada pembayaran hutang
lainnya.
BAB VIII
PERLINDUNGAN DAN PEMBINAAN KOPERASI
Bagian 1
Perlindungan
Pasal 54
Segenap instansi Pemerintah dan
Perusahaan-perusahaan Negara baik dipusat maupun di
daerah diwajibkan melindungi dan membimbing
gerakan koperasi menurut bidangnya masing-
masing sesuai dengan pola yang ditentukan
oleh Menteri.
Bagian 2
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 55
(1)
Untuk melaksanakan ketentuan pasal 7 ayat (1) Undang- undang ini
dibentuk Direktorat
Koperasi sebagai organisasi
pembinaan/pengawasan koperasi dan diatur dengan
Peraturan Presiden atau atas kuasa
Peraturan Presiden mengikat ketentuan pasal 5
Undang-undang ini.
(2)
Menteri menunjuk pejabat dan menentukan batas-batas wewenang pejabat
yang diserahi
tugas untuk memimpin instansi Pemerintah
dibidang pembinaan/pengawasan tersebut
dalam ayat (1) maupun melaksanakan
tugas-tugas lain yang ditentukan dalam Undang-
undang ini serta mengatur koordinasi dan
hubungan kerja antara Direktorat Koperasi,
Gerakan Koperasi Indonesia dan
Badan/Intansi lain yang bergerak dibidang pembinaan
dan pengawasan koperasi.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 56
(1)
Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya lima ribu rupiah,
anggauta pengurus
yang dengan sengaja atau karena lalai,
melanggar ketentuan dalam pasal 25 ayat (1)
dan barangsiapa yang dengan sengaja atau
karena kelalaian melanggar ketentuan
dalam pasal 47.
(2)
Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah
atau hukuman
kurungan setinggi-tingginya satu tahun,
barang siapa yang dengan sengaja melanggar
ketentuan dalam pasal 29 ayat (4).
(3)
Perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman tersebut dalam ayat (1)
pasal ini
merupakan pelanggaran.
(4)
Perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman tersebut dalam ayat (2)
pasal ini
merupakan kejahatan.
(5)
Sanksi-sanksi administratip diatur oleh Menteri.
BAB X
KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 57
(1)
Koperasi golongan dapat didirikan dilingkungan-lingkungan kerja.
(2)
Koperasi golongan hanya diidzinkan bekerja dalam lapangan yang
menyangkut
keperluan serta kepentingan anggauta.
(3)
Pemerintah dengan berencana mengintegrasikan koperasi golongan dengan
koperasi
menurut ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 58
(1)
Penyesuaian koperasi yang telah didirikan menurut Undang-undang No.79
Tahun 1958
tentang Perkumpulan/Koperasi dengan
Undang-undang ini dilakukan menurut prosedur
yang ditentukan dalam peraturan pelaksanaan
dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun
sesudah berlakunya Undang-undang ini.
(2)
Segala ketentuan pelaksanaan Undang-undang Koperasi No.79 tahun 1958
yang
bertentangan dengan Undang-undang ini tidak
berlaku lagi sejak berlakunya Undang-
undang ini.
(3)
Pemerintah segera mengeluarkan Peraturan-peraturan pelaksanaan dan
berwenang
mengatur hal-hal yang belum ditetapkan
dalam Undang-undang ini.
BAB XI
Ketentuan-Ketentuan Penutup
Pasal 59
Undang-undang ini disebut Undang-undang
Perkoperasian dan mulai berlaku pada hari
diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
undang ini dengan penempatan dalam
Lembaran-Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 2 Agustus 1965
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SUKARNO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 2 Agustus 1965
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MOHD ICHSAN
LEMBARAN NEGARA NOMOR 75
MEMORI PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 1965
TENTANG
PERKOPERASIAN
UMUM
Berlakunya kembali Undang-undang Dasar 1945
dengan Dekrit Presiden Republik Indonesia
tanggal 5 Juli 1959, dan dengan
ditetapkannya Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol)
dan Amanat Pembangunan Presiden (A.P.P.)
sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara dan
Haluan Pembangunan oleh M.P.R.S. dan
ditetapkannya Deklarasi Ekonomi sebagai strategi
dasar ekonomi Indonesia, menurut secara
mutlak perobahan fungsi dari segala lembaga
kemasyarakatan, khususnya gerakan koperasi,
untuk disesuaikan dengan Haluan Negara
maupun Haluan Pembangunan serta strategi
dasar ekonomi tersebut.
Sesuai dengan prinsip tersebut diatas serta
pertumbuhan koperasi sendiri dalam kehidupan
ekonomi Indonesia, perlu dikeluarkan
Undang-undang baru dalam bidang perkoperasian guna
menyempurnakan Undang-undang No. 79 Tahun
1958 tentang Perkumpulan Koperasi.
Undang-undang yang baru ini dinamakan
Undang-undang tentang Perkoperasian yang
mengatur segala sesuatu yang menyangkut
kehidupan koperasi yang berintikan pola koperasi
dibidang landasan idiil/haluan, organisasi
dan usaha.
Agar tidak terdapat kekakuan dalam
mengikuti gerak dan dinamikanya Revolusi Indonesia,
Undang-undang ini hanya mengatur soal-soal
pokok perkoperasian yang intisarinya sebagai
berikut:
A.
Dibidang landasan idiil/haluan perkoperasian dipergunakan pangkal tolak
pemikiran,
bahwa pola koperasi adalah suatu bagian
yang tidak terpisahkan dari doktrin Revolusi
dasar falsafah Negara, Pancasila.
Dalam tahap nasional demokratis sekarang
ini, peranan gerakan koperasi Indonesia
dalam melaksanakan tugasnya dibidang
perkoperasian bersama-sama dengan usaha
swasta bukan koperasi, diarahkan
pertama-tama untuk memperkuat ekonomi sektor
Negara yang memegang posisi memimpin.
Agar tidak timbul kontradisi yang tidak
atau kurang pokok dan dapat menggalang
segenap potensi yang progresif untuk dapat
menyelesaikan tahap nasional demokratis,
yaitu mengkikis-habis sisa-sisa
imperialisme, kolonialisme dan feodalisme, Pemerintah
diwajibkan mengatur dan menetapkan pola
kerja-sama antara koperasi dengan badan-
badan usaha Negara serta badan swasta lain
bukan koperasi.
Untuk menempatkan gerakan koperasi sebagai
gerakan rakyat revolusioner dibidang
ekonomi dan sebagai salah satu alat
Revolusi, maka gerakan koperasi harus
mengintegrasikan diri dengan seluruh
gerakan revolusioner lainnya, terutama dengan
buruh, tani/nelayan sebagai sokoguru
Revolusi yang sangat menderita akibat
penghisapan dan penindasan dari
kolonialisme, feodalisme dan membersihkan semua
elemen-elemen partai/organisasi terlarang
dari tubuh koperasi.
Ini baru mungkin terlaksana jika konsepsi,
struktur, akitivitas dari alat-alat pembinaan
serta alat perlengkapan organisasi koperasi
mencerminkan kegotong-royongan progresif
revolusioner berporoskan NASAKOM dan
ditingkatkan usahanya dibidang produksi dan
distribusi.
B. Dibidang organisasi ditetapkan
ketentuan-ketentuan pokok tentang keanggautaan, alat-
alat perlengkapan organisasi, jenis-jenis
koperasi, penentuan MUNASKOP sebagai
lembaga tertinggi dan gerakan koperasi,
pembentukan kesatuan organisasi koperasi
seluruh Indonesia yang dinamakan Gerakan
Koperasi Indonesia sebagai alat pemersatu
dan pengawasan dari segala jenis koperasi
serta sebagai pelaksana keputusan-
keputusan MUNASKOP.
Ketentuan-ketentuan pokok dibidang
organisasi tersebut juga diarahkan untuk dapat
melaksanakan fungsi koperasi sebagai
organisasi ekonomi maupun sebagai salah satu
alat revolusi,
C.
Dibidang usaha dimuat pula ketentuan pokok tentang dasar aktivitas
ekonomi koperasi
agar koperasi tidak tenggelam dalam
soal-soal materi yang dapat mengakibatkan
koperasi bersarang dalam alam kapitalisme,
akan tetapi,diarahkan agar dalam tahap
nasional demokratis sekarang ini dapat
mengkombinasikan secara tepat antara kegiatan-
kegiatan yang bersifat tambal sulam
(reformactie) dan kegiatan-kegiatan yang bersifat
revolusioner (doelsactie).
Untuk menjamin adanya kesatuan
kebijaksanaan dan berkembangnya koperasi secara
sehat, semua instansi Pemerintah,
badan-badan usaha Negara baik di Pusat maupun
Daerah, diwajibkan melindungi dan mendorong
pertumbuhan koperasi menurut pola
yang telah ditetapkan oleh Menteri yang
diserahi urusan perkoperasian.
Unit-unit ekonomi koperasi oleh M.P.R.S.
dalam Ketetapannya No. VI/MPRS/1965 pasal
1 telah dinyatakan sebagai salah satu
kekuatan ekonomi yang nyata dan merupakan
modal serta potensi riil untuk melaksanakan
prinsip berdiri diatas kaki sendiri dibidang
ekonomi,
Untuk memperkembangkan potensi tersebut,
Pemerintah wajib mengambil peranan yang
aktif.
PASAL DEMI PASAL
BAB I
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Cukup jelas.
BAB II
LANDASAN IDIIL KOPERASI
Pasal 2
Apa yang ditentukan menjadi landasan idiil
koperasi dalam Undang-undang ini pada
hakekatnya sesuai dengan jiwa dari
Ketetapan M.P.R.S., oleh karena Undang-undang Dasar
1945, Manipol/Usdek, Amanat Pembangunan
Presiden, Dekon dan semua pedoman
pelaksanaan Manipol adalah satu kesatuan
konsepsi yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Kesemuanya bersumber pada Pancasila.
BAB III
PENGERTIAN DAN FUNGSI, AZAS DAN DASAR
BEKERJA KOPERASI
Pasal 3
Dalam merumuskan pengertian dan fungsi
koperasi Indonesia pada pasal ini ditegaskan bahwa
koperasi Indonesia mempunyai dua wajah
yakni sebagai "organisasi ekonomi" dan sebagai
"alat Revolusi". Bidang atau
wilayah koperasi terutama sekali adalah wilayah ekonomi. Sebagai
alat revolusi, koperasi Indonesia mempunyai
fungsi sebagai tempat persemaian insan
masyarakat dan merupakan wahana menuju
kealam Sosialisme.
Koperasi Indonesia dan Sosialisme Indonesia
tidak dapat dipisah-pisahkan, sebab Sosialisme
Indonesia adalah jiwanya koperasi. Dunia
Sosialisme adalah dunia koperasi, masyarakat,
Sosialisme adalah masyarakat koperasi.
Oleh karena itu fungsi koperasi dalam
Revolusi Indonesia adalah penting sekali, karena tujuan
Revolusi Indonesia adalah jelas, yaitu
masyarakat adil dan makmur, masyarakat tanpa
penghisapan oleh manusia atas manusia,
masyarakat Sosialisme Indonesia.
Mencapai Sosialisme harus dilaksanakan
secara revolusioner oleh karena Sosialisme
Indonesia an sich adalah hasil dari
tindakan revolusioner.
Oleh karena itu koperasi Indonesia tidak
boleh tidak harus bersifat revolusioner.
Pasal 4
Pasal ini menegaskan perbedaan essensiil
antara koperasi dan badan-badan lain yang
berusaha dibidang perekonomian. Ciri-ciri khas
koperasi dalam kedudukannya sebagai
organisasi ekonomi dan alat revolusi
tercermin dalam azas dan dasar bekerjanya sebagaimana
terperinci dibawah ini:
a.
Azas gotong-royong, kekeluargaan dan swadaya adalah azas mutlak dalam
koperasi,
oleh karena disini tercermin hubungan
koperasi dengan landasan idiilnya (Pancasila).
Pengejawantahan (perwujudan) ajaran
Pancasila (gotong-royong) dalam bidang sosial
bidang sosial ekonomi yang paling tepat
ialah dalam organisasi koperasi sebagaimana
dirumuskan dalam pasal 33 ayat (1)
Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya.
b.
Disamping memenuhi keperluan serta meningkatkan kesejahteraan anggauta,
koperasi
sesuai dengan azasnya juga berkewajiban
ikut serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat seluruhnya. Dengan
demikian-koperasi benar-benar dapat merupakan
tempat persemaian insan masyarakat, sesuai
dengan ketentuan pasal 3.
c.
Cukup jelas.
d.
Asas sukarela dalam sistim keanggautaan mengandung pengertian bahwa
setiap orang
yang masuk menjadi anggauta koperasi harus
dengan kesadaran. Dilain pihak
kesukarelaan ini tidak boleh dipergunakan
untuk merusak kehidupan koperasi Karenanya
penggunaan azas ini masih harus diserasikan
dengan azas demokrasi terpimpin dan
ekonomi terpimpin dalam pengertian bahwa
setiap orang harus tunduk pada Pola yang
sudah digariskan dalam Haluan Negara dan
Haluan Pembangunan.
e.
Kewajiban, hak serta kepentingan
yang sama dari pada anggauta dimaksudkan untuk
menjamin adanya demokrasi politik dan
demokrasi ekonomi.
f.
Ketentuan bahwa keanggautaan tidak dapat dipindahkan dengan jalan apapun
juga,
didasarkan atas pemikiran bahwa koperasi
bukan konsentrasi modal. Konkritnya
simpanan pokok, simpanan wajib dan
lain-lain simpanan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 32, 33 sama sekali tidak dapat
diartikan sebagai saham pada N.V. dan sebagainya.
g.
Kekuasaan tertinggi yang berada dalam rapat anggauta mencerminkan azas
demokrasi
dalam koperasi.
h.
Keputusan rapat anggauta yang didasarkan pada musyawarah untuk mufakat
adalah
suatu sistim yang melekat pada azas
demokrasi terpimpin sebagaimana dirumuskan oleh
Ketetapan M.P.R.S. No. VIII/MPRS/1965.
i.
Dasar bekerja ini adalah bentuk konkrit dari pada azas gotong-royong.
j.
Sifat terbuka dari pada koperasi adalah untuk menjamin pengawasan
masyarakat (social
kontrole) terhadap kegiatan usaha koperasi.
Pasal 5
Sesuai dengan penjelasan umum perkoperasian
(pola koperasi) tidak dapat dipisahkan dari
masalah Revolusi pada umumnya (doktrin
Revolusi), sehingga tantangan-tantangan dari
gerakan koperasi hakekatnya merupakan
tantangan dari pada Revolusi itu sendiri.
Pengalaman-pengalaman perjuangan kita dalam
menghadapi tantangan-tantangan tersebut,
menunjukkan keharusan obyektif adanya
persatuan dan kesatuan segenap potensi dan
kekuatan rakyat yang progresif revolusioner
berporos NASAKOM, yang pelaksanaannya diatur
dengan kegotong-royongan antara Pemerintah
dengan kekuatan-kekuatan NASAKOM.
BAB IV
PERANAN GERAKAN KOPERASI DALAM DEMOKRASI
TERPIMPIN DAN EKONOMI
TERPIMPIN
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Untuk menjamin azas demokrasi terpimpin dan
ekonomi terpimpin kebijaksanaan ditetapkan
perkoperasian oleh Pemerintah.
BAB V
KEANGGAUTAAN DAN ORGANISASI
Bagian 1
Keanggautaan
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1) pasal ini mengatur syarat-syarat
keanggautaan bagi koperasi primer.
Diantara syarat-syarat itu (huruf c)
menegaskan bahwa walaupun pada dasarnya setiap Warga
Negara Indonesia berhak untuk menjadi
anggauta koperasi, tetapi karena koperasi adalah
sebagai salah satu alat Revolusi, maka
adalah wajar kalau keanggautaannya harus terdiri dari
kekuatan-kekuatan progresif revolusioner.
Oleh karena itu, keanggautaan koperasi
harus berorientasikan kepada buruh, tani/nelayan dan
golongan-golongan lain yang lemah kedudukan
ekonominya, termasuk produsen kecil, warga
angkatan bersenjata dan pegawai Negeri.
Untuk mencakup pengertian itu, dalam
Undang-undang ini dipergunakan istilah "rakyat pekerja
dan produsen kecil".
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Adanya kewajiban serta hak seperti
tercantum dalam pasal 11 dan 12 Undang-undang ini
adalah untuk mendorong peranan yang aktif
dari anggauta baik dalam perencanaan,
pelaksanaan maupun pengawasan sehingga
sifat terbuka menurut ketentuan pasal 4 huruf j
dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Pasal 12
Adanya kewajiban serta hak seperti
tercantum dalam pasal 11 dan 12 Undang-undang ini
adalah untuk mendorong peranan yang aktif
dari anggauta baik dalam perencanaan,
pelaksanaan maupun pengawasan sehingga
sifat terbuka menurut ketentuan pasal 4 huruf j
dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Bagian 2
Alat-Alat Perlengkapan Organisasi Koperasi
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Tidak mengurangi ketentuan bahwa rapat
anggauta merupakan kekuasaan tertinggi dalam
koperasi, dan untuk menjamin adanya
kesatuan dan keserasian antara tingkat-tingkat koperasi
serta jenis yang satu dengan yang lain
sebagaimana digariskan dalam ketentuan pasal 22,
maka kekuasaan tertinggi dari pada rapat
anggauta untuk masing-masing tingkat itu tidak boleh
disalahgunakan untuk melanggar
keputusan-keputusan rapat anggauta koperasi yang lebih
atas, Gerakan Koperasi Indonesia, MUNASKOP
dan kebijaksanaan pokok yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
Maksud ketentuan ayat (2) dan (3) pasal ini
ialah untuk meninggalkan kebiasaan yang terdapat
dalam praktek-praktek demokrasi liberal
yang menonjolkan adanya hak suara dan pengambilan
suara dan menempatkan sebagai gantinya prinsip
musyawarah untuk mufakat menurut norma-
norma yang telah digariskan dalam Ketetapan
M.P.R.S. No. VIII/MPRS/1965.
Dalam hubungan ini juga penjelasan pasal 4
huruf h.
Pasal 15
Pasal ini mengatur dalam ayat (1) kedudukan
serta tugas pengurus.
Pengurus sebagai badan pelaksana dari pada
rapat anggauta bertugas melakukan hal-hal yang
diputuskan dalam rapat anggauta maupun yang
tersimpul dalam ketentuan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga.
Ayat (2) dan (3) mengatur siapa yang
memilih dan siapa yang dapat dipilih atau diangkat
dimana ditegaskan bahwa pada dasarnya yang
dapat dipilih sebagai pengurus ialah anggauta
koperasi.
Mengangkat seorang menjadi pengurus
koperasi bukan anggauta koperasi dimungkinkan,
tetapi dibatasi jumlahnya, tidak boleh
lebih dari 1/3 jumlah anggauta pengurus seluruhnya.
Hal ini bertalian dengan adanya kemungkinan
bahwa anggauta koperasi yang berhak dipilih
tidak selamanya memiliki
ketrampilan/keakhlian yang diperlukan untuk memimpin koperasi yang
senantiasa berkembang atau tidak dapat
mencerminkan kekuatan progresif revolusioner
berporoskan NASAKOM seperti termaksud dalam
pasal 5.
Syarat-syarat untuk dapat dipilih atau
diangkat sebagai pengurus, baik yang dari anggauta
maupun bukan, seperti yang ditentukan dalam
ayat (4), adalah untuk menjamin disatu pihak
kemampuan teknis untuk melaksanakan
pimpinan koperasi mengingat bahwa wilayah koperasi
terutama sekali adalah wilayah ekonomi,
dilain pihak untuk menjamin progresivitas pimpinan
koperasi.
Dalam pasal 39 ditentukan bahwa koperasi
yang didirikan menurut ketentuan Undang-undang
ini, adalah badan hukum, Seperti halnya
dengan lain-lain badan hukum untuk dapat
mengadakan tindakan-tindakan hukum, badan
hukum koperasipun perlu dipersonifikasikan
(ditentukan siapa-siapa yang dapat
bertindak untuk dan atas nama koperasi).
Ayat (5) inilah yang menegaskan bahwa
personifikasi badan hukum koperasi itu adalah
pengurus. Dengan demikian tersimpul
pengertian bahwa tindakan-tindakan pengurus yang
dilakukan untuk melakukan tugasnya
termaksud dalam ayat (1) mencerminkan tindakan-
tindakan koperasi.
Mengingat pentingnya peranan pengurus
seperti tersebut diatas, wajar apabila pengurus
bertanggung jawab kepada rapat anggauta
yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam
koperasi.
Pasal 16
Badan pemeriksa mempunyai kedudukan yang
sederajat dengan pengurus, dilihat dari sudut
bahwa badan pemeriksa maupun pengurus
dibentuk oleh rapat anggauta dan bertanggung
jawab kepada rapat anggauta, akan tetapi
berbeda dalam tugas maupun kewenangannya.
Badan pemeriksa tidak hanya mempunyai
wewenang dalam mengadakan pemeriksaan atas
pekerjaan pengurus akan tetapi juga atas
seluruh usaha koperasi termasuk kewajiban serta
usaha dari pada anggauta yang bersangkutan
dengan usaha koperasi.
Pasal 17
Cukup jelas.
Bagian 3
Kedudukan Panasehat
Pasal 18
Cukup jelas.
Bagian 4
Organisasi Koperasi
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Jumlah anggauta minimal (sedikit-dikitnya)
bagi koperasi primer, pusat koperasi, gabungan
koperasi, induk koperasi ditentukan dalam
pasal ini adalah suatu jumlah yang dipandang wajar
Untuk menjamin prinsip keseimbangan
pembangunan koperasi dari bawah dan dari atas.
Penentuan minimum keanggotaan dimaksudkan
untuk menjamin prinsip pembangunan dari
bawah, sedang penentuan jumlah minuman yang
tidak begitu besar memberikan kemungkinan
agar rakyat dibimbing secara aktif oleh
tingkat koperasi yang teratas, oleh Gerakan Koperasi
Indonesia maupun oleh Pemerintah kearah
kesadaran berkoperasi.
Namun demikian dalam keadaan luar biasa
sesuai dengan ketentuan ayat (5) pasal ini, atas
pertimbangan Gerakan Koperasi Indonesia,
Menteri dapat mengizinkan pendirian koperasi
menyimpang dari ketentuan ayat (1) pasal
ini.
Pasal 21
Daerah kerja koperasi yang didasarkan pada
kesatuan wilayah administrasi Pemerintahan,
dimaksudkan untuk mengintegrasikan gerakan
koperasi dengan pembangunan otonomi daerah
serta untuk memudahkan pembinaan dan
pengawasan.
Untuk menjamin keluwesan dan mengikuti
proses perkembangan masyarakat dan gerakan
koperasi, penentuan daerah kerja koperasi,
baik yang didasarkan pada kesatuan wilayah
administrasi pemerintah maupun yang
menyimpang dari dasar tersebut diatas termasuk
kemungkinan berdirinya lebih dari 1 (satu)
koperasi yang sejenis dan setingkat dalam satu
daerah kerja, diatur oleh Menteri.
Pasal 22
Ketentuan pasal ini dimaksudkan untuk
mencegah agar adanya tingkat-tingkat koperasi dari
primer sampai dengan induk jangan sampai
merupakan penambahan mata rantai kegiatan
ekonomi.
Unit ekonomi yang pokok serta merupakan
basis, adalah koperasi primer. Koperasi pusat,
gabungan serta induk baru melakukan suatu
kegiatan ekonomi apabila koperasi tingkat
bawahnya tidak mungkin melaksanakannya
sendiri.
Pada prinsipnya pelaksanaan kegiatan
ekonomi makin bawah makin baik.
Dalam hal suatu kegiatan ekonomi dilakukan
oleh tingkat pusat, gabungan dan induk, maka
harus dicegah sekeras-kerasnya agar tidak
mematikan usaha koperasi tingkat bawahnya.
Bagian 5
Organisasi Gerakan Koperasi
Pasal 23
Adanya MUNASKOP sebagai lembaga tertinggi
gerakan koperasi mencerminkan bahwa
gerakan koperasi merupakan suatu gerakan
massa rakyat yang demokratis dan terbuka.
Sekalipun demikian, berdasarkan azas
demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin yang
tersimpul dalam pasal 7 ayat (1), fungsi
MUNASKOP tersebut hanya menentukan
kebijaksanaan, pokok yang ditentukan oleh
Pemerintah.
Selain itu MUNAKOP-pun merupakan forum
untuk dapat menyimpulkan pengalaman-
pengalaman sebagai bahan-bahan pertimbangan
bagi Pemerintah untuk menentukan
kebijaksanaannya dibidang perkoperasian.
Dari unsur-unsur peserta sebagaimana
dirumuskan dalam ayat (3) pasal ini dapat dijamin
adanya integrasi dengan kekuatan rakyat
yang progresif revolusioner berporoskan NASAKOM
serta adanya integrasi antara Pemerintah
dan rakyat.
Pasal 24
Gerakan Koperasi Indonesia adalah nama dari
kesatuan organisasi dari gerakan koperasi yang
bertugas melaksanakan keputusan-keputusan
MUNASKOP.
Sifat organisasi adalah tunggal dan
piramidal untuk menjamin kelincahan gerak dan sifat
demokrasinya.
Gerakan Koperasi Indonesia-nya sendiri
beranggautakan organisasi koperasi menurut tingkat-
tingkatnya. Tetapi agar mencerminkan
ketentuan pasal 5, pimpinannya terdiri dari unsur-unsur
Pemerintah, gerakan koperasi dan
organisasi-organisasi massa.
Lapangan kegiatan Gerakan Koperasi
Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam ayat (3)
pasal ini, dimaksudkan agar badan ini
memperjuangkan kepentingan gerakan koperasi sebagai
keseluruhan.
Bahwa Gerakan Koperasi Indonesia tidak
langsung berkecimpung dalam kegiatan usaha
dimaksudkan agar mempunyai kewibawaan yang
cukup untuk melaksanakan fungsi sebagai
faktor penggerak, pengintegrasi, pemersatu
dan pengawasan dari segala kegiatan koperasi.
Bagian 6
Administrasi
Pasal 25
Agar pelaksanaan pengawasan atas koperasi
dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat
sesuai dengan ketentuan pasal 4 huruf j,
serta untuk kepentingan perencanaan dan
perkembangan koperasi itu sendiri, maka
mutlak diperlakukan adanya administrasi dan
pembukuan yang teratur, menurut pola yang
ditentukan oleh Menteri.
Dalam administrasi disini termasuk
statistik, penghimpunan keputusan-keputusan rapat
anggauta, keputusan-keputusan pengurus dan
lain-lain dokumen penting yang bersangkutan
dengan perkembangan koperasi dibidang
kebijaksanaan, organisasi maupun usaha.
BAB VI
Bagian 1
Dasar Aktivitas Ekonomi
Pasal 26
Penegasan dasar aktivitas ekonomi dari pada
koperasi seperti yang dirumuskan dalam pasal 26
adalah suatu pentrapan konkrit dari pada
tujuan koperasi sebagai organisasi ekonomi, yakni
untuk meringankan beban hidup serta
meningkatkan kesejahteraan dari pada anggauta dan
masyarakat yang lemah kedudukan ekonominya
dan bukan untuk mencari keuntungan (tidak
pada profit-motive).
Bagian 2
Perusahaan Koperasi
Pasal 27
Adanya ketentuan bahwa koperasi dapat
mendirikan dan memiliki perusahaan dengan syarat-
syarat yang ditentukan dalam pasal ini
adalah untuk:
a.
mencegah serta menghentikan praktek-praktek yang tidak sehat yang
bertalian dengan
pemilikan perusahaan oleh koperasi;
b.
menjamin perkembangan koperasi dalam mempertumbuhkan azas-azas swadaya
(untuk
berdiri diatas kaki sendiri).
Diantara syarat-syarat tersebut diatas
perlu ditonjolkan suatu prinsip yang tersimpul dalam
pasal 22, bahwa koperasi primer sampai
induk merupakan satu kesatuan. Unit ekonomi yang
pokok dan yang merupakan basis ialah
koperasi, primer.
Koperasi tingkat pusat, gabungan dan induk
baru melakukan suatu kegiatan ekonomi termasuk
mendirikan dan memiliki perusahaan apabila
koperasi tingkat bawahnya tidak mungkin
melaksanakannya sendiri, dengan tidak
menutup kemungkinan beberapa koperasi setingkat
secara bersama-sama mendirikan dan memiliki
perusahaan yang bermanfaat bagi koperasi
lainnya.
Wewenang Menteri tersebut dalam ayat (2)
huruf b tidak mengurangi wewenang Menteri-
menteri yang lain.
Dengan ketentuan tersebut dimaksudkan agar
Menteri atau instansi-instansi yang lain dalam
memberikan ijin usaha atau fasilitas
lainnya bagi perusahaan-perusahaan yang didirikan atau
dimiliki oleh koperasi, terlebih dahulu
memperhatikan syarat-syarat perkoperasian yang
ditentukan oleh Menteri.
Menentukan ayat (2) dimaksudkan untuk
memberikan kepercayaan dan tanggung-jawab
kepada Pemerintah untuk mengatur dan
menertibkan perusahaan yang kini telah dimiliki
maupun yang akan didirikan dan dimiliki
oleh koperasi sesuai dengan syarat-syarat yang
ditentukan oleh Undang-undang.
Bagian 3
Iuran Negara dan Dana-dana
Pasal 28
Dari dasar aktivitas tersebut dalam pasal
26 dapat ditarik garis yang jelas, bahwa tingkat
kemajuan koperasi tidak ditentukan oleh
besar kecilnya selisih lebih koperasi termaksud dalam
pasal 28 ayat (2) akan tetapi ditentukan
oleh kamampuan koperasi dalam melayani
kepentingan anggauta dan masyarakat dengan
barang serta jasa dan kwantitas dan kwalitas
yang lebih baik dari pada kalau barang
serta jasa yang diusahakan secara perorangan.
Besar kecilnya selisih lebih koperasi
seperti termaksud dalam pasal 28 ayat (2) hanya
menunjukkan tingkat effisiensi kerja
koperasi yaitu dalam bentuk biaya yang diperkirakan lebih
besar dari pada biaya yang nyata-nyata
dikeluarkannya.
Jelas bahwa pengertian keuntungan seperti
yang terjadi pada N.V., C.V. dan lain-lain
organisasi bukan koperasi, tidak ada dalam
koperasi.
Dengan demikian menjadi jelas pula bahwa
jumlah iuran Negara, cadangan serta dana-dana
lainnya termaksud dalam pasal 28
Undang-undang ini makin menjadi lebih kecil apabila cara
menjalankan usaha koperasi makin mengingat
menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, baik untuk meningkatkan
penerimaan Negara maupun usaha koperasi serta
untuk mengadakan dana-dana untuk
kepentingan masyarakat maupun revolusi dibuka
kemungkinannya pada ketentuan pasal 29.
Dana-dana yang diatur dalam pasal 29
bukanlah dana-dana dari koperasinya sendiri melainkan
dana-dana yang ditetapkan untuk dipenuhi
oleh anggauta dan masyarakat-masyarakat yang
dilayani oleh koperasi serta yang
pemungutannya dilakukan melalui koperasi.
Oleh karena itu pungutan dana/sumbangan
dari anggauta dan masyarakat melalui koperasi
tersebut hanya dapat dilakukan dengan
syarat-syarat tertentu yang diatur oleh Menteri dan
dilarang bagi siapapun atau instansi
manapun untuk mengadakan pungutan dana/sumbangan
ialah dari pada yang ditentukan oleh
Undang-undang ini dan tidak menurut ketentuan-ketentuan
yang diatur oleh Menteri.
Pasal 29
Dari dasar aktivitas tersebut dalam pasal
26 dapat ditarik garis yang jelas, bahwa tingkat
kemajuan koperasi tidak ditentukan oleh
besar kecilnya selisih lebih koperasi termaksud dalam
pasal 28 ayat (2) akan tetapi ditentukan
oleh kamampuan koperasi dalam melayani
kepentingan anggauta dan masyarakat dengan
barang serta jasa dan kwantitas dan kwalitas
yang lebih baik dari pada kalau barang
serta jasa yang diusahakan secara perorangan.
Besar kecilnya selisih lebih koperasi
seperti termaksud dalam pasal 28 ayat (2) hanya
menunjukkan tingkat effisiensi kerja
koperasi yaitu dalam bentuk biaya yang diperkirakan lebih
besar dari pada biaya yang nyata-nyata
dikeluarkannya.
Jelas bahwa pengertian keuntungan seperti
yang terjadi pada N.V., C.V. dan lain-lain
organisasi bukan koperasi, tidak ada dalam
koperasi.
Dengan demikian menjadi jelas pula bahwa
jumlah iuran Negara, cadangan serta dana-dana
lainnya termaksud dalam pasal 28
Undang-undang ini makin menjadi lebih kecil apabila cara
menjalankan usaha koperasi makin mengingat
menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, baik untuk meningkatkan
penerimaan Negara maupun usaha koperasi serta
untuk mengadakan dana-dana untuk
kepentingan masyarakat maupun revolusi dibuka
kemungkinannya pada ketentuan pasal 29.
Dana-dana yang diatur dalam pasal 29
bukanlah dana-dana dari koperasinya sendiri melainkan
dana-dana yang ditetapkan untuk dipenuhi
oleh anggauta dan masyarakat-masyarakat yang
dilayani oleh koperasi serta yang
pemungutannya dilakukan melalui koperasi.
Oleh karena itu pungutan dana/sumbangan
dari anggauta dan masyarakat melalui koperasi
tersebut hanya dapat dilakukan dengan
syarat-syarat tertentu yang diatur oleh Menteri dan
dilarang bagi siapapun atau instansi
manapun untuk mengadakan pungutan dana/sumbangan
ialah dari pada yang ditentukan oleh
Undang-undang ini dan tidak menurut ketentuan-ketentuan
yang diatur oleh Menteri.
Pasal 30
Dari dasar aktivitas tersebut dalam pasal
26 dapat ditarik garis yang jelas, bahwa tingkat
kemajuan koperasi tidak ditentukan oleh
besar kecilnya selisih lebih koperasi termaksud dalam
pasal 28 ayat (2) akan tetapi ditentukan
oleh kamampuan koperasi dalam melayani
kepentingan anggauta dan masyarakat dengan
barang serta jasa dan kwantitas dan kwalitas
yang lebih baik dari pada kalau barang
serta jasa yang diusahakan secara perorangan.
Besar kecilnya selisih lebih koperasi
seperti termaksud dalam pasal 28 ayat (2) hanya
menunjukkan tingkat effisiensi kerja
koperasi yaitu dalam bentuk biaya yang diperkirakan lebih
besar dari pada biaya yang nyata-nyata
dikeluarkannya.
Jelas bahwa pengertian keuntungan seperti
yang terjadi pada N.V., C.V. dan lain-lain
organisasi bukan koperasi, tidak ada dalam
koperasi.
Dengan demikian menjadi jelas pula bahwa
jumlah iuran Negara, cadangan serta dana-dana
lainnya termaksud dalam pasal 28
Undang-undang ini makin menjadi lebih kecil apabila cara
menjalankan usaha koperasi makin mengingat
menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, baik untuk meningkatkan
penerimaan Negara maupun usaha koperasi serta
untuk mengadakan dana-dana untuk
kepentingan masyarakat maupun revolusi dibuka
kemungkinannya pada ketentuan pasal 29.
Dana-dana yang diatur dalam pasal 29
bukanlah dana-dana dari koperasinya sendiri melainkan
dana-dana yang ditetapkan untuk dipenuhi
oleh anggauta dan masyarakat-masyarakat yang
dilayani oleh koperasi serta yang
pemungutannya dilakukan melalui koperasi.
Oleh karena itu pungutan dana/sumbangan
dari anggauta dan masyarakat melalui koperasi
tersebut hanya dapat dilakukan dengan
syarat-syarat tertentu yang diatur oleh Menteri dan
dilarang bagi siapapun atau instansi
manapun untuk mengadakan pungutan dana/sumbangan
ialah dari pada yang ditentukan oleh
Undang-undang ini dan tidak menurut ketentuan-ketentuan
yang diatur oleh Menteri.
Bagian 4
Permodalan
Pasal 31
Ketentuan-ketentuan pasal 31, 32 dan 33
mempunyai hubungan yang erat satu sama lain.
Apa yang diartikan sebagai modal didalam
koperasi tidak berbeda dengan pengertian modal
dalam arti ekonomi pada umumnya.
Arti khusus dari pada modal koperasi
dibanding dengan modal badan-badan ekonomi lainnya,
ialah terletak pada dasar penyusunan dan
fungsi dari pada modal koperasi tersebut.
Arti khusus dari pada modal koperasi ini
bersumber pada ketentuan pasal 4 huruf a dan c yang
menegaskan bahwa koperasi berazas
gotong-royong dan tidak merupakan konsentrasi modal.
Bentuk konkrit dari azas dan dasar bekerja
tersebut, ialah bahwa penyusunan modal koperasi
didasarkan pada azas kegotong-royongan
antara anggauta. Banyak sedikitnya simpanan
anggauta termaksud dalam pasal 32 dan 33
Undang-undang ini, hanya merupakan salah satu
unsur dari modal koperasi serta tidak
merupakan faktor yang menentukan dalam cara
menentukan pembagian sisa lebih tersebut
dalam pasal 28 ayat (2) Undang-undang ini.
Pembagian sisa lebih ditentukan oleh karya
anggauta dalam mengembangkan koperasi.
Simpanan pokok dan simpanan wajib termaksud
dalam pasal 32 ayat (1) huruf a dan b, yang
pengertiannya dirumuskan dalam ayat (2) dan
ayat (3) pasal 32 tersebut, yang jumlahnya
besarnya bagi tiap-tiap anggauta bila
dihubungkan dengan ketentuan pasal 9 ayat (1), maka
simpanan-simpanan pokok dan wajib dalam
koperasi primer tidak mungkin ditetapkan dalam
jumlah yang besar, akan tetapi justru harus
ditetapkan serendah-rendahnya agar rakyat pekerja
dan produsen kecil yang lemah kedudukan
ekonominya tidak tertutup kemungkinannya untuk
menjadi anggauta koperasi.
Pasal 32
Ketentuan-ketentuan pasal 31, 32 dan 33
mempunyai hubungan yang erat satu sama lain.
Apa yang diartikan sebagai modal didalam
koperasi tidak berbeda dengan pengertian modal
dalam arti ekonomi pada umumnya.
Arti khusus dari pada modal koperasi
dibanding dengan modal badan-badan ekonomi lainnya,
ialah terletak pada dasar penyusunan dan
fungsi dari pada modal koperasi tersebut.
Arti khusus dari pada modal koperasi ini
bersumber pada ketentuan pasal 4 huruf a dan c yang
menegaskan bahwa koperasi berazas
gotong-royong dan tidak merupakan konsentrasi modal.
Bentuk konkrit dari azas dan dasar bekerja
tersebut, ialah bahwa penyusunan modal koperasi
didasarkan pada azas kegotong-royongan
antara anggauta. Banyak sedikitnya simpanan
anggauta termaksud dalam pasal 32 dan 33
Undang-undang ini, hanya merupakan salah satu
unsur dari modal koperasi serta tidak
merupakan faktor yang menentukan dalam cara
menentukan pembagian sisa lebih tersebut
dalam pasal 28 ayat (2) Undang-undang ini.
Pembagian sisa lebih ditentukan oleh karya
anggauta dalam mengembangkan koperasi.
Simpanan pokok dan simpanan wajib termaksud
dalam pasal 32 ayat (1) huruf a dan b, yang
pengertiannya dirumuskan dalam ayat (2) dan
ayat (3) pasal 32 tersebut, yang jumlahnya
besarnya bagi tiap-tiap anggauta bila
dihubungkan dengan ketentuan pasal 9 ayat (1), maka
simpanan-simpanan pokok dan wajib dalam
koperasi primer tidak mungkin ditetapkan dalam
jumlah yang besar, akan tetapi justru harus
ditetapkan serendah-rendahnya agar rakyat pekerja
dan produsen kecil yang lemah kedudukan
ekonominya tidak tertutup kemungkinannya untuk
menjadi anggauta koperasi.
Pasal 33
Ketentuan-ketentuan pasal 31, 32 dan 33
mempunyai hubungan yang erat satu sama lain.
Apa yang diartikan sebagai modal didalam
koperasi tidak berbeda dengan pengertian modal
dalam arti ekonomi pada umumnya.
Arti khusus dari pada modal koperasi
dibanding dengan modal badan-badan ekonomi lainnya,
ialah terletak pada dasar penyusunan dan
fungsi dari pada modal koperasi tersebut.
Arti khusus dari pada modal koperasi ini
bersumber pada ketentuan pasal 4 huruf a dan c yang
menegaskan bahwa koperasi berazas
gotong-royong dan tidak merupakan konsentrasi modal.
Bentuk konkrit dari azas dan dasar bekerja
tersebut, ialah bahwa penyusunan modal koperasi
didasarkan pada azas kegotong-royongan
antara anggauta. Banyak sedikitnya simpanan
anggauta termaksud dalam pasal 32 dan 33
Undang-undang ini, hanya merupakan salah satu
unsur dari modal koperasi serta tidak
merupakan faktor yang menentukan dalam cara
menentukan pembagian sisa lebih tersebut
dalam pasal 28 ayat (2) Undang-undang ini.
Pembagian sisa lebih ditentukan oleh karya
anggauta dalam mengembangkan koperasi.
Simpanan pokok dan simpanan wajib termaksud
dalam pasal 32 ayat (1) huruf a dan b, yang
pengertiannya dirumuskan dalam ayat (2) dan
ayat (3) pasal 32 tersebut, yang jumlahnya
besarnya bagi tiap-tiap anggauta bila
dihubungkan dengan ketentuan pasal 9 ayat (1), maka
simpanan-simpanan pokok dan wajib dalam
koperasi primer tidak mungkin ditetapkan dalam
jumlah yang besar, akan tetapi justru harus
ditetapkan serendah-rendahnya agar rakyat pekerja
dan produsen kecil yang lemah kedudukan
ekonominya tidak tertutup kemungkinannya untuk
menjadi anggauta koperasi.
Pasal 34
Keharusan penyimpanan serta pengaturan
lalu-lintas uang koperasi melalui Bank Pemerintah
yang bergerak dalam bidang perkoperasian,
dimaksudkan untuk:
a.
menjamin keamanan uang koperasi,
b.
mengurangi uang dalam peredaran (mempertumbuhkan sistim lalu-lintas uang
secara
giral);
c.
mengetahui dengan jelas perputaran serta perkembangan kekuatan riil
gerakan koperasi.
Maksud ketentuan ayat (2) pasal ini yang
menyatakan bahwa Menteri bersama-sama dengan
Menteri urusan Bank Sentral mengatur baik
pelaksanaan maupun penyimpanan dari ketentuan
ayat (1) pasal ini, hanyalah dalam hal-hal
ada Bank Pemerintah yang bergerak dibidang
perkoperasian.
Akan tetapi dalam hal tidak ada Bank
Pemerintah yang bergerak dibidang perkoperasian,
terutama dipelosok-pelosok., adalah
wewenang penuh dari Menteri untuk mengaturnya sendiri,
sehingga yang dimaksud perumusan ayat (2)
ini, dilihat dari segi kemungkinan-kemungkinan
tersebut diatas ialah bahwa pelaksanaan dan
penyimpanan dari ketentuan ayat (1) dapat diatur
oleh Menteri dan atau bersama-sama Menteri
Bank Sentral.
Bagian 5
Tanggungan
Pasal 35
Yang dimaksud dengan "tindakan"
dalam pasal ini ialah misalnya perjanjian, pencurian,
penggelapan, penyalahgunaan keuangan
Yang dimaksud dengan "kejadian"
ialah misalnya: kebakaran, kerusakan.
Pasal 36
Pasal ini membedakan adanya dua macam
tanggungan yaitu:
(a)
tanggungan koperasi,
(b)
tanggungan pengurus.
Ad. (a) Tanggungan koperasi:
1.
Seperti tersimpul dalam perumusan ayat (1) huruf a pasal ini, tanggungan
koperasi dapat dibebankan kepada:
2.
koperasi, apabila jumlah tanggungan koperasi tersebut dapat dicukupi
dengan cadangan koperasi yang sengaja
diadakan khusus untuk menutup
kerugian yang timbul sebagai akibat dari
suatu tindakan atau kejadian
seperti termaksud dalam pasal 28 ayat (2);
3.
anggauta, apabila jumlah tanggungan koperasi tidak dapat dicukupi dengan
cadangan koperasi akan tetapi perlu
dicukupi kekurangannya atau
seluruhnya (dalam hal cadangan belum
tersusun atau kosong sama sekali)
secara gotong-royong antar anggauta.
Ad. (b) Tanggungan pengurus:
Kelalaian/kesalahan pengurus yang dimaksud
dalam pasal ini dapat berbentuk,
penyalahgunaan pengurus seperti antara lain
mengambil tindakan-tindakan diluar
rangka keputusan rapat anggauta atau
ketentuan anggaran dasar serta anggaran
rumah tangga.
Sesuai dengan ketentuan pasal 38 hal-hal
lebih lanjut mengenai tanggungan ini,
akan diatur oleh Menteri.
Pasal 37
Maksud ketentuan pasal 37 ini adalah untuk
melindungi anggauta (orang) dari pembebanan-
pembebanan tanggungan koperasi baik pada
penutupan sesuatu tahun buku atau pada
pembubaran koperasi.
Teristimewa dalam menyelesaikan tanggungan
pada pembubaran koperasi tingkat pusat,
gabungan dan induk perlu diadakan
pembangunan agar jangan sampai tanggungan tersebut
memberatkan anggauta (orang).
Menurut kelaziman pembatasan demikian
diatur dalam anggaran dasar koperasi yang
bersangkutan dalam bentuk menentukan batas
maksimal (tertinggi) tanggungan bagi anggauta
(orang).
Pasal 38
Cukup jelas.
BAB VII
KEDUDUKAN HUKUM KOPERASI
Bagian 1
Kedudukan Hukum Koperasi
Pasal 39
Berdasarkan ketentuan per-Undang-undangan
yang berlaku sekarang ini sesuatu badan
memperoleh sifatnya sebagai badan hukum
dengan dua jalan yaitu:
(a)
karena ketentuan Undang-undang, atau
(b)
disahkan sebagai badan hukum oleh instansi yang berwenang misalnya
Departemen
Kehakiman.
Pasal inilah yang menegaskan bahwa koperasi
memperoleh sifatnya sebagai badan hukum
karena ketentuan Undang-undang ini dan
pengesahannya tidak dilakukan oleh Departemen
Kehakiman, akan tetapi oleh Pejabat yang
diberi kuasa untuk itu oleh Menteri (yang diserahi
urusan perkoperasian).
Bagian 2
Syarat-Syarat Mendirikan Koperasi
Pasal 40
Sesuai dengan pasal 39, maka kedudukan
koperasi untuk dapat mempunyai kekuatan sebagai
suatu badan hukum, harus memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 40 ini.
Pendirian koperasi sebagai badan hukum
tersebut dibuat dalam akte pendirian yang isi
pokoknya terdiri dari 2 hal yaitu:
a.
pernyataan pendirian koperasi itu sendiri (ayat 1 huruf a), dan
b.
anggaran dasar koperasi (ayat 1 huruf b) yang contoh-contoh-nya akan
diberikan oleh
Menteri.
Akte pendirian disini tidak perlu berupa
akte yang dibuat dihadapan notaris dengan meterai dan
sebagainya, tetapi cukup dengan memenuhi
syarat-syarat serta contoh-contoh yang telah
ditetapkan dalam pedoman-pedoman yang telah
diberikan Menteri seperti yang dimaksud
diatas.
Ketentuan-ketentuan ini tidak hanya berlaku
bagi pendirian koperasi-koperasi primer saja, tetapi
berlaku juga bagi pendirian pusat koperasi,
gabungan koperasi dan induk koperasi.
Dalam hal ada perobahan-perobahan dalam
akte pendirian termasuk anggaran dasar
sebagaimana disebutkan pasal 41,
ketentuan-ketentuan serta prosedur pasal 40 ini diperlukan
juga.
Pasal 41
Sesuai dengan pasal 39, maka kedudukan
koperasi untuk dapat mempunyai kekuatan sebagai
suatu badan hukum, harus memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 40 ini.
Pendirian koperasi sebagai badan hukum
tersebut dibuat dalam akte pendirian yang isi
pokoknya terdiri dari 2 hal yaitu:
a.
pernyataan pendirian koperasi itu sendiri (ayat 1 huruf a), dan
b.
anggaran dasar koperasi (ayat 1 huruf b) yang contoh-contoh-nya akan
diberikan oleh
Menteri.
Akte pendirian disini tidak perlu berupa
akte yang dibuat dihadapan notaris dengan meterai dan
sebagainya, tetapi cukup dengan memenuhi
syarat-syarat serta contoh-contoh yang telah
ditetapkan dalam pedoman-pedoman yang telah
diberikan Menteri seperti yang dimaksud
diatas.
Ketentuan-ketentuan ini tidak hanya berlaku
bagi pendirian koperasi-koperasi primer saja, tetapi
berlaku juga bagi pendirian pusat koperasi,
gabungan koperasi dan induk koperasi.
Dalam hal ada perobahan-perobahan dalam
akte pendirian termasuk anggaran dasar
sebagaimana disebutkan pasal 41,
ketentuan-ketentuan serta prosedur pasal 40 ini diperlukan
juga.
Pasal 42
Pasal 42 dan pasal 43 ini pada pokoknya
mengatur cara-cara/ prosedur
pendaftaran/pengesahan koperasi sebagai
badan hukum. Koperasi dinyatakan resmi berdiri
dan mempunyai kedudukan yang sah sebagai
badan hukum, sejak tanggal pendaftaran pada
pejabat.
Saat sahnya koperasi sebagai badan hukum,
disini menyimpang dari kelaziman dari badan-
badan hukum lainnya, karena tidak
ditentukan oleh pengumumannya didalam Berita-Negara,
tetapi sejak didaftar pada buku daftar umum
yang disediakan untuk keperluan tersebut pada
kantor pejabat. Hal itu dimaksudkan untuk
mempercepat proses pengesahan koperasi sebagai
badan hukum disamping untuk menghindari
kesulitan-kesulitan yang bersifat administratip.
Dengan demikian dapat mempercepat dan
mendorong penumbuhan koperasi yang berfungsi
sebagai suatu organisasi perekonomian
rakyat.
Segala tindakan-tindakan yang menimbulkan
ikatan-ikatan yang bersifat hak dan kewajiban
pada waktu sebelum tanggal pendaftaran,
sejak pengesahan (tanggal pendaftaran) seketika itu
juga menjadi sah sebagai tindakan-tindakan
hukum koperasi tersebut. Dengan demikian segera
tindakan yang merugikan pada waktu sebelum
koperasi disahkan sebagai badan hukum,
adalah menjadi tanggungan pengurus saja.
Sedangkan segala tindakan-tindakan koperasi
setelah memperoleh pengesahan sebagai badan
hukum mengandung dua kemungkinan yaitu
dapat menjadi tanggungan koperasi atau
pengurus.
Pasal 43
Pasal 42 dan pasal 43 ini pada pokoknya
mengatur cara-cara/ prosedur
pendaftaran/pengesahan koperasi sebagai
badan hukum. Koperasi dinyatakan resmi berdiri
dan mempunyai kedudukan yang sah sebagai
badan hukum, sejak tanggal pendaftaran pada
pejabat.
Saat sahnya koperasi sebagai badan hukum,
disini menyimpang dari kelaziman dari badan-
badan hukum lainnya, karena tidak
ditentukan oleh pengumumannya didalam Berita-Negara,
tetapi sejak didaftar pada buku daftar umum
yang disediakan untuk keperluan tersebut pada
kantor pejabat. Hal itu dimaksudkan untuk
mempercepat proses pengesahan koperasi sebagai
badan hukum disamping untuk menghindari
kesulitan-kesulitan yang bersifat administratip.
Dengan demikian dapat mempercepat dan
mendorong penumbuhan koperasi yang berfungsi
sebagai suatu organisasi perekonomian
rakyat.
Segala tindakan-tindakan yang menimbulkan
ikatan-ikatan yang bersifat hak dan kewajiban
pada waktu sebelum tanggal pendaftaran,
sejak pengesahan (tanggal pendaftaran) seketika itu
juga menjadi sah sebagai tindakan-tindakan
hukum koperasi tersebut. Dengan demikian segera
tindakan yang merugikan pada waktu sebelum
koperasi disahkan sebagai badan hukum,
adalah menjadi tanggungan pengurus saja.
Sedangkan segala tindakan-tindakan koperasi
setelah memperoleh pengesahan sebagai badan
hukum mengandung dua kemungkinan yaitu
dapat menjadi tanggungan koperasi atau
pengurus.
Pasal 44
Pengesahan atau penolakan pengesahan yang
diberikan oleh pejabat harus segera diberikan
paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak
pejabat menerima permintaan pengesahan
koperasi.
Hal tersebut disatu pihak dimaksudkan untuk
memberi jaminan kepada pendiri koperasi, agar
segera mendapat keputusan diterima atau
tidaknya permintaan pengesahan badan hukum.
Dari pihak lain, yaitu pemberian kewenangan
kepada pejabat adalah untuk mencegah adanya
koperasi-koperasi liar/ gadungan, sehingga
koperasi yang mendapatkan pengesahan badan
hukum itu adalah koperasi yang betul-betul
akan mendapat kepercayaan rakyat.
Pasal 45
Pengesahan atau penolakan pengesahan yang
diberikan oleh pejabat harus segera diberikan
paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak
pejabat menerima permintaan pengesahan
koperasi.
Hal tersebut disatu pihak dimaksudkan untuk
memberi jaminan kepada pendiri koperasi, agar
segera mendapat keputusan diterima atau
tidaknya permintaan pengesahan badan hukum.
Dari pihak lain, yaitu pemberian kewenangan
kepada pejabat adalah untuk mencegah adanya
koperasi-koperasi liar/ gadungan, sehingga
koperasi yang mendapatkan pengesahan badan
hukum itu adalah koperasi yang betul-betul
akan mendapat kepercayaan rakyat.
Pasal 46
Pengesahan atau penolakan pengesahan yang
diberikan oleh pejabat harus segera diberikan
paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak
pejabat menerima permintaan pengesahan
koperasi.
Hal tersebut disatu pihak dimaksudkan untuk
memberi jaminan kepada pendiri koperasi, agar
segera mendapat keputusan diterima atau
tidaknya permintaan pengesahan badan hukum.
Dari pihak lain, yaitu pemberian kewenangan
kepada pejabat adalah untuk mencegah adanya
koperasi-koperasi liar/ gadungan, sehingga
koperasi yang mendapatkan pengesahan badan
hukum itu adalah koperasi yang betul-betul
akan mendapat kepercayaan rakyat.
Pasal 47
Dalam pasal ini dikandung maksud untuk
memberikan wewenang kepada Menteri, agar dapat
mengadakan tindakan-tindakan yang tegas
terhadap setiap bentuk penyalahgunaan nama
koperasi. Wewenang tersebut dipertegas lagi
dengan ketentuan pasal 56 ayat (5).
Bagian 3
Pembubaran Koperasi
Pasal 48
Pembubaran koperasi yang akan dilakukan
oleh pejabat harus diberitahukan lebih dahulu
kepada koperasi yang bersangkutan.
Pembubaran itu terutama dapat didasarkan pada 2 (dua)
alasan:
1.
karena syarat-syarat yang disebutkan oleh ketentuan-ketentuan dalam
Undang-undang
ini atau peraturan-peraturan
pelaksanaannya.
2.
karena memang dikehendaki oleh para anggauta sendiri, yang dapat
disimpulkan dari
keputusan rapat anggauta.
Tenggang waktu 3 bulan yang dihitung sejak
tanggal pengiriman surat tercatat pemberitahuan
akan adanya pembubaran, koperasi disatu
pihak dimaksudkan agar baik pengurus atau satu
1/3 dari anggauta rapat mengajukan
keberatan terhadap maksud pembubaran koperasi
tersebut. Dilain pihak dimaksudkan agar
pejabat tidak sewenang-wenang menyalahgunakan
kekuasaan yang diberikan kepadanya.
Pasal 49
Pembubaran koperasi yang akan dilakukan
oleh pejabat harus diberitahukan lebih dahulu
kepada koperasi yang bersangkutan.
Pembubaran itu terutama dapat didasarkan pada 2 (dua)
alasan:
1.
karena syarat-syarat yang disebutkan oleh ketentuan-ketentuan dalam
Undang-undang
ini atau peraturan-peraturan
pelaksanaannya.
2.
karena memang dikehendaki oleh para anggauta sendiri, yang dapat
disimpulkan dari
keputusan rapat anggauta.
Tenggang waktu 3 bulan yang dihitung sejak
tanggal pengiriman surat tercatat pemberitahuan
akan adanya pembubaran, koperasi disatu
pihak dimaksudkan agar baik pengurus atau satu
1/3 dari anggauta rapat mengajukan
keberatan terhadap maksud pembubaran koperasi
tersebut. Dilain pihak dimaksudkan agar
pejabat tidak sewenang-wenang menyalahgunakan
kekuasaan yang diberikan kepadanya.
Pasal 50
Pasal-pasal ini adalah merupakan rangkaian
dari pada pasal-pasal pembubaran koperasi, yang
mengatur juga penyelesai, oleh karena sejak
saat dikeluarkannya surat keputusan pembubaran
koperasi, tidak ada lagi pengurus yang
dapat menyelesaikan semua urusan koperasi termasuk
hak-hak dan kewajiban-kewajiban, maka
pekerjaan itu ditugaskan kepada penyelesai
sebagaimana dimaksud dalam pasal 53.
Bila pembubaran koperasi dilakukan karena
ketentuan Undang-undang, maka penyelesai dapat
diangkat/ditunjuk oleh pejabat dan bila
pembubaran dikehendaki oleh keputusan rapat
anggauta maka penunjukan penyelesaian dapat
diputuskan dalam rapat anggauta.
Sekalipun penyelesaian tersebut ditentukan
oleh rapat anggauta, keharusan administratif untuk
dimuat dalam surat keputusan pejabat
tentang pembubaran koperasi dan penempatannya
dalam Berita-Negara masih perlu dilakukan
sebagaimana mestinya.
Pasal 51
Pasal-pasal ini adalah merupakan rangkaian
dari pada pasal-pasal pembubaran koperasi, yang
mengatur juga penyelesai, oleh karena sejak
saat dikeluarkannya surat keputusan pembubaran
koperasi, tidak ada lagi pengurus yang
dapat menyelesaikan semua urusan koperasi termasuk
hak-hak dan kewajiban-kewajiban, maka
pekerjaan itu ditugaskan kepada penyelesai
sebagaimana dimaksud dalam pasal 53.
Bila pembubaran koperasi dilakukan karena
ketentuan Undang-undang, maka penyelesai dapat
diangkat/ditunjuk oleh pejabat dan bila
pembubaran dikehendaki oleh keputusan rapat
anggauta maka penunjukan penyelesaian dapat
diputuskan dalam rapat anggauta.
Sekalipun penyelesaian tersebut ditentukan
oleh rapat anggauta, keharusan administratif untuk
dimuat dalam surat keputusan pejabat
tentang pembubaran koperasi dan penempatannya
dalam Berita-Negara masih perlu dilakukan
sebagaimana mestinya.
Pasal 52
Pasal-pasal ini adalah merupakan rangkaian
dari pada pasal-pasal pembubaran koperasi, yang
mengatur juga penyelesai, oleh karena sejak
saat dikeluarkannya surat keputusan pembubaran
koperasi, tidak ada lagi pengurus yang
dapat menyelesaikan semua urusan koperasi termasuk
hak-hak dan kewajiban-kewajiban, maka
pekerjaan itu ditugaskan kepada penyelesai
sebagaimana dimaksud dalam pasal 53.
Bila pembubaran koperasi dilakukan karena
ketentuan Undang-undang, maka penyelesai dapat
diangkat/ditunjuk oleh pejabat dan bila
pembubaran dikehendaki oleh keputusan rapat
anggauta maka penunjukan penyelesaian dapat
diputuskan dalam rapat anggauta.
Sekalipun penyelesaian tersebut ditentukan
oleh rapat anggauta, keharusan administratif untuk
dimuat dalam surat keputusan pejabat
tentang pembubaran koperasi dan penempatannya
dalam Berita-Negara masih perlu dilakukan
sebagaimana mestinya.
Pasal 53
Pasal-pasal ini adalah merupakan rangkaian
dari pada pasal-pasal pembubaran koperasi, yang
mengatur juga penyelesai, oleh karena sejak
saat dikeluarkannya surat keputusan pembubaran
koperasi, tidak ada lagi pengurus yang
dapat menyelesaikan semua urusan koperasi termasuk
hak-hak dan kewajiban-kewajiban, maka pekerjaan
itu ditugaskan kepada penyelesai
sebagaimana dimaksud dalam pasal 53.
Bila pembubaran koperasi dilakukan karena
ketentuan Undang-undang, maka penyelesai dapat
diangkat/ditunjuk oleh pejabat dan bila
pembubaran dikehendaki oleh keputusan rapat
anggauta maka penunjukan penyelesaian dapat
diputuskan dalam rapat anggauta.
Sekalipun penyelesaian tersebut ditentukan
oleh rapat anggauta, keharusan administratif untuk
dimuat dalam surat keputusan pejabat
tentang pembubaran koperasi dan penempatannya
dalam Berita-Negara masih perlu dilakukan
sebagaimana mestinya.
BAB VIII
PERLINDUNGAN DAN PEMBINAAN KOPERASI
Bagian 1
Perlindungan
Pasal 54
Pembinaan koperasi terutama dalam
mengembangkan usahanya tidak mungkin dilayani oleh
dan menjadi tanggung-jawab dari satu
instansi Pemerintah saja, akan tetapi harus dilakukan
serta dipikul oleh segenap instansi
Pemerintah maupun perusahaan-perusahaan Negara baik di
Pusat maupun di Daerah.
Oleh sebab itu segenap fasilitas yang ada
pada tiap-tiap instansi Pemerintah baik di Pusat
maupun di Daerah sesuai dengan bidangnya
masing-masing mesti dikoordinasikan untuk
melaksanakan pola yang ditetapkan oleh
Menteri.
Pemberian wewenang pada Menteri tersebut
dimaksudkan untuk menjamin adanya kesatuan
kebijaksanaan perkoperasian.
Bagian 2
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 55
Adanya instansi Pemerintah yang diserahi
tugas khusus pembinaan/pengawasan atas koperasi
adalah konsekwensi logis dari pada
ketentuan pasal 7 ayat (1), yang menegaskan bahwa
kebijaksanaan pokok perkoperasian
ditetapkan oleh Pemerintah. Tanpa adanya aparatur
tersendiri yang sepenuhnya dapat
menumpahkan perhatiannya kepada perkembangan
koperasi maka penentuan kebijaksanaan pokok
perkoperasian tersebut diatas akan sangat
pincang bahkan ada kemungkinan bahwa
kebijaksanaan pokok yang ditentukan oleh
Pemerintah lepas dari perkembangan koperasi
yang sebenarnya.
Ayat 2 pasal ini memberikan wewenang pada
Menteri untuk menunjuk pejabat dan mengatur
koordinasi serta hubungan kerja antara
Direktorat Koperasi, Gerakan Koperasi Indonesia
termaksud dalam pasal 24 dan badan/instansi
lain yang bergerak dibidang
pembinaan/pengawasan gerakan koperasi.
Hal ini untuk mencegah kesimpang-siuran dan
menjamin adanya keserasian antara semua
instansi/badan yang tugas-tugasnya
mempunyai hubungan erat satu sama lain.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 56
Maksud diadakan pasal ini ialah untuk
menentukan pasal-pasal mana dari Undang-undang ini
yang dianggap penting untuk dinyatakan
sebagai ketentuan pidana sehingga diharapkan dapat
mencegah penyelewengan-penyelewengan dari
pada kewajiban yang ditentukan dalam
Undang-undang ini, baik penyelewengan itu
bersifat kesengajaan atau kelalaian. Tindakan-
tindakan pidana disini dibebankan 2 macam,
yaitu:
1.
pelanggaran, yang berlaku bagi pasal 25 ayat (1) dan pasal 47;
2.
kejahatan, yang berlaku bagi pasal 29 ayat (4).
Ketentuan hukum yang berat bagi
penyelewengan dari ketentuan pasal 29 ayat (4) adalah
memang wajar untuk melindungi para anggauta
koperasi, yang terutama terdiri dari rakyat
pekerja dan para produsen kecil, dan untuk
menghindarkan penyalah-gunaan pungutan-
pungutan/sumbangan-sumbangan yang bersifat
liar.
Sangsi-sangsi lain diluar ketentuan
tersebut dalam pasal ini, yaitu berupa sangsi-sangsi
administratif ini misalnya dapat berupa
penghentian sementara terhadap kegiatan pengurus
pencabutan pengesahan koperasi sebagai
badan hukum.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegakkan
disiplin dari pengurus, anggauta dan koperasi
itu sendiri.
Pasal 57
Yang dimaksud dengan koperasi golongan
menurut kenyataan yang ada sekarang ini adalah
koperasi produksi atau koperasi konsumsi
atau koperasi jasa atau koperasi serba-usaha yang
keanggautaannya terbatas pada sesuatu
golongan misalnya pada golongan angkatan
bersenjata, pegawai Negeri, Wanita, kaum
pensiun, veteran serta bekas pejuang lainnya dan
yang syarat-syarat keanggutaannya
menyimpang dari ketentuan pasal 9 akan
tetapi lebih didasarkan pada pemeliharaan
kesatuan rumpun golongan (corps-geest) yang
bersangkutan.
Undang-undang ini prinsipnya tidak
membenarkan adanya semua koperasi-koperasi golongan
seperti tersebut diatas.
Oleh karena itu Pemerintah oleh
Undang-undang ini diwajibkan mengintegrasikan koperasi-
koperasi golongan tersebut diatas secara
berencana dengan koperasi yang jenisnya sudah
diatur menurut ketentuan pasal 19
Undang-undang ini, kecuali koperasi golongan dari angkatan
bersenjata dan pegawai Negeri yang masih
aktif.
Maksud mengintegrasikan koperasi golongan
dengan koperasi menurut ketentuan Undang-
undang ini bukanlah untuk menghilangkan
usaha-usaha konstruktip serta proyek ekonomi yang
telah dikembangkan secara baik dalam bentuk
koperasi oleh golongan yang bersangkutan,
apalagi mematikan semangat kepeloporan,
pengabdian, sifat kerakyatan dan kemasyarakatan
yang telah dipupuk oleh golongan yang
bersangkutan, melainkan justru agar sifat kepeloporan
dan lain sebagainya dari pada golongan
tersebut dapat pula disebarkan kepada masyarakat
seluruhnya.
Pasal 58
Ketentuan-ketentuan pasal 58 terutama ayat
(2) adalah untuk memberikan dasar hukum atas
ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari pada
Undang-undang No. 79 Tahun 1958 tentang
Perkumpulan Koperasi yang masih dapat
dipergunakan dalam waktu peralihan dan tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini.
BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Mengetahui:
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA,
Ttd.
MOHD ICHSAN
Sumber: http://carapedia.com/perkoperasian_thn_1965_info1153.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar